tag:blogger.com,1999:blog-9004754460580028592024-03-20T01:21:22.262-07:00CERITA DAN PENGALAMAN WANITA SEXAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-31238796249690853142012-09-11T05:19:00.000-07:002012-09-11T05:26:42.390-07:00CIKA SEPUPUKU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE1XPiJ1t-nmQcS6HHfH2-sfpSK2mghf2DVFci5E9u0FrFmmsqTBa0BZD5WJFTofhk_epBIGkhWs7iCDafbStr1xTrXX9kz99UKuxP1HtgDWUX3ppBLYSXP13MP88JyJ3EHJO8YANyARw/s1600/unduhan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgE1XPiJ1t-nmQcS6HHfH2-sfpSK2mghf2DVFci5E9u0FrFmmsqTBa0BZD5WJFTofhk_epBIGkhWs7iCDafbStr1xTrXX9kz99UKuxP1HtgDWUX3ppBLYSXP13MP88JyJ3EHJO8YANyARw/s1600/unduhan.jpg" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Hari ini mendung, sepertinya akan turun hujan. Akupun mengingat sesuatu bahwa ternyata ada film bokep di laptopku, akupun mulai menyalakan laptopku dan menonton bokep tersebut.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Lagi asaik-asiknya menonton bokep, tiba-tiba saja pintu kamar gue terbuka dengan kerasnya, “apa yang kau bikin???” Tanya sepupuku yang cantik,manis,putih mulus, dan montok sebut saja cika.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
“nggak ada kok!!” Tanya gue dengan keringat dingin, cika pun menghampiriku dan melihat apa yang aku lakukan, “WAH!!??” kata cika meliahtku sedang menonoton bokep, diapun mulai menghampiriku dan duduk di sampingku, sebangku berdua.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Cika mengatakan “inikan maria ozawa bintang film porno itu kan??” , “iya!!” jawab gue. Saya pun langsung terangsang hebat gara-gara ada seorang cewek mau menonton film porno bersama saya, yang mengakibatkan Mr.p gue berdiri bagaikan tiang bendera.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
“di laptopku masih banyak lagi film bokep!!!” kata gue, “oh ya??!! Nonoton lagi dong” kata cika. Tak pikir lama gue pun langsung menunujukan semua film bokeb gue.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Pikiranku mungkin cika sudah terangasang karna menonton bokep, atau melihat badan gue yang seksi setengah telanjang yang hanya memakai boxer, atau mungkin dia melihat Mr.p gue berdiri? Entahlah!!.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Akupun ingin mengetes dia apakah dia marah kalau gue pegang-pegang?, dengan nakalnya guepun mengelus-elus paha dia yang putih mulus dan hanya memakai celana pendek, setelah gue elus-elus pahanya, dia hanya senyum-senyum dan menikmatinya, mungkinkah dia terangsang?.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Setelah gue mengelus-elus pahanya, tangan gue langsung lari ke selangkangan pahanya dan sampailah tanganku di Ms.v nya, kemudian gue mengelus-elus Ms.v nya, dia hanya merespon dengan kegelian yang ada diraut wajah cantiknya,”ah ah…!!” suaranya agak mendesah-desah, ketika ku gosok-gosok Ms.v nya.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Tak beberapa kemudian kami pun saling menatap satu sama lain, muka merah terlihat jelas diraut muka kami berdua, wajah kami semakin mendekat satu sama lain yang berujung dengan berciuman. Sepupu gue cika mungkuin sudah ahli dalam hal berciuman, itu terlihat ketika dia berciuman sambil memainkan lidah ku, sedangkan aku hanya memperaktekkan gaya berciuman dari film-film bokep yang gue nonoton.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Sumpah, mungkin ini salah satu ciuman yang paling inidah kurasakan selama ini. Dengan nakalnya tanganku pun memeras teteknya yang besar itu, diapun kegelian.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Setelah perang bibir,gue membawa dia ke tempat tidur kamarku, akaupun menawarkan dia untuk membuka bajunya dan kemudian bertelanjang, awalnya dia menolak, sampai-sampai akupun membuka boxerku, alhasil gue pun telanjang lebih dulu.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Diapun malu-malu dan menutup matanya karena mungkin dia malu. Akupun mengambil tangannya dan membiarkan dia memegang Mr.P ku yang sudah berdiri dari tadi, dengan wajah yang malu-malu diapun mengocok-ocok Mr,p ku. Setelah itu ku bukakan baju yang ketat itu dari tubuhnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
“Gila” dalam pikirku, melihat bra nya yang menutupi setengah teteknya yang besar itu, kemudian dia membuka celana pendeknya dan, “WAW” ku melihat pahanya yang putih mulus dan celana dalamnya yang berwarna pink, kemudian ku elus-elus lagi pahanya yang putih, sementara gue mengelus-elus pahanya, diapun membuka BHnya. mataku melotot ketika melihat teteknya yang besar dengan pentilnya yang masih kemerah-marahan.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Dia memelukku dengan erat dan menarik kepalaku menuju payudaranya yang besar itu, tak piker lama akaupun langsung menghisap-hisap pentil teteknya, ku dengar dia mendesah-desah kegelian teteknya di hisap.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Kemudian kami berciuman lagi, setelah itu ku izinkan dia mengock-ngocok Mr.p ku, tak ku sangka di menghisap penisku, gue hanya terdiam dan menikmati hisapannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Akupun tambah sakaw, gue langsung saja membuka celana dalam pinknya, “anjiriiit”!!! kataku dalam hati, ketika melihat vaginanya yang putih mulus yang hanya di tumbui bulu-bulu yang sangat halus, dan di tambah lagi dia masih perawan.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Kemudian ku gosok-gosokkan penisku di vaginaya. Sengaja aku meggosoknya saja karna aku tak inigin mengambil perawannya, karena yang berhak adalah suaminya nanti.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Setelah ku gosok penisku di vaginanya, kemudian ku pegang-pegang vaginaya dan kemudian ku jilat-jilat vaginanya yang masih perawan itu, diapun keenakan kujilati.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Setelah kujilati cika, kubiarkan dia menghisap dan mengocok-ngocok penisku sampai spermaku keluar. “crooot,crooot,crooot” benar saja spermaku keluar dan membasahi tangan cika.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Sebagai penutup dari dosa terindah ini akupun mencium bibirnya sekali lagi,kemudian ku hisap tetek besarnya itu, dan kujilati lagi vaginyanya yang putih mulus itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Kebetulan rumah kami sepi, hanya kami berdu di dalam rumah, kamimpun menuju ke kamar mandi dalam keadaan telanjang bersama, dan kemudian kami mandi bersama, dan disitulah cika mengocok-ngocok penisku lagi dank u elus-elus vaginanya juga dan sambil berciuman. Alhasil spermaku keluar untuk kedua kalinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
Setelah kami mandi, kamipun ke kamar masing-masing untuk pakai baju, setelah itu kamipun melanjutkan menonton film porno bersama lagi sambil ku pegang-pegang teteknya yang besar itu lagi, dan mencium-cium pipinya yang manis itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: arial, verdana, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 15.600000381469727px;">
“tok tok tok” bunyi pintu, mungkin orang-orang sudah datang, cika pun kembali ke kamarnya, agar kami tidak ketahuan apa yang kami lakukan tadi. Dan berakhirlah proses bercinta kami.</div>
<br class="Apple-interchange-newline" />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-42118959007268992452012-09-11T04:37:00.002-07:002012-09-11T04:52:06.293-07:00main dengan anak SMA<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiYF89UIoVHZZr-yNYAj2qkXqN7bAClJfjx1wOsG2Y6IvMUnmGkugjF8_otgvddPRtqa2xU6bTW_KyWz_LD6f98sH7mbVkh0Wk6J6oHC3ny6_aLNl7hDcfkgCmg7dPpPCIGvBg6A6RUA0/s1600/283777_263323930441374_1772142832_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="242" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiYF89UIoVHZZr-yNYAj2qkXqN7bAClJfjx1wOsG2Y6IvMUnmGkugjF8_otgvddPRtqa2xU6bTW_KyWz_LD6f98sH7mbVkh0Wk6J6oHC3ny6_aLNl7hDcfkgCmg7dPpPCIGvBg6A6RUA0/s320/283777_263323930441374_1772142832_n.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Ngentot Siswi SMA 17 Tahun, Malam itu tanggal 2 Juni 1999 sekitar pukul 21.30. Aku di dalam mobilku sedang keliling-keliling kota Jakarta. Rencananya aku hendak meliput persiapan kampanye partai-partai yang katanya sudah ada di seputar HI. Aneh, kampanye resminya besok, tapi sudah banyak yang bercokol di putaran HI sejak malam ini. Kelihatannya mereka tidak mau kalah dengan partai-partai lain yang kemarin dan hari ini telah memanjat patung selamat datang, memasang bendera mereka di sana. Tercatat pp, PND, PBB, PKB, PAN dan PK telah berhasil. Dengan korban beberapa orang tentu saja. Entah apa yang dikejar mereka, para simpatisan itu. Kebanggaan? Atau sebuah ketololan. Kalau ternyata mereka tewas atau cedera, berartikah pengorbanan mereka? Apakah para ketua partai itu kenal sama mereka? Apakah pemimpin partai itu menghargai kenekadan mereka? Lho, kok aku bicara politik. Biarinlah. Macam-macam saja ulah mereka, maklumlah sudah saat kampanye terakhir</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
buat partai-partai di Jakarta ini.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Di depan kedutaan Inggris aku parkirkan mobilku, bersama banyak mobil lainnya. Memang aku lihat ada beberapa kelompok, masing-masing dengan bendera partai mereka dan atribut yang bermacam-macam. Aku keluarkan kartu persku, tergantung di leher. Juga Nikon, kawan baik yang menjadi sumber nafkahku. Aku mendekati kerumunan simpatisan partai. Bergabung dengan mereka. Berusaha mencari informasi dan momen-momen penting yang mungkin akan terjadi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Saat itulah pandanganku bertemu dengan tatap mata seorang gadis yang bergerombol dengan teman-temannya di atap sebuah mini bus. Wajahnya yang cantik tersenyum kepadaku. Gadis itu memakai kaos partai yang mengaku reformis,—aku rahasiakan saja baiknya—yang telah dipotong sedikit bagian bawahnya, sehinggs seperti model tank top, sedangkan bawahannya memakai mini skirt berwarna putih. Di antara teman-temannya, dia yang paling menonjol. Paling lincah, paling menarik.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas, Mas wartawan ya?” katanya kepadaku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Iya”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Wawancarai kita dong”, Salah seorang temannya nyeletuk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Emang mau?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Tentu dong. Tapi photo kita dulu…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Nah darisinilah berawal cerita ini dan kini ku koleksi dalam kenangan sehingga menjadi Kumpulan Cerita Dewasa</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Mereka beraksi saat kuarahkan kameraku kepada mereka. Dengan lagak dan gaya masing-masing mereka berpose.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kenapa sudah ada di sini, sih? Bukankah ____ (nama partai) baru besok kampanyenya?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Biarin Mas, daripada besok dikuasai partai lain?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Memang akan terus di sini? Sampai pagi?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Iya, demi ____ (nama partai), kami rela begadang semalaman.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Hebat.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas di sini aja, Mas. Nanti pasti ada lagi yang ingin manjat tugu selamat datang.” Kata gadis yang menarik perhatianku itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku pun duduk dekat mereka, berbincang tentang pemilu kali ini. Harapan-harapan mereka, tanggapan mereka, dan pendapat mereka. Mereka lumayan loyal terhadap partai mereka itu, walaupun tampak sedikit kecewa, karena pemimpin partai mereka itu kurang berani bicara. Padahal diproyeksikan untuk menjadi calon presiden. Aku maklum, karena tahu latar belakang pemimpin yang mereka maksudkan itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Eh, nama kalian siapa?” Tanyaku, “Aku Ray.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Saya Diana.” Kata cewek manis itu, lalu teman-temannya yang lain pun menyebut nama. Kami terus bercakap-cakap, sambil minum teh botol yang dijual pedagang asongan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Waktu terus berlalu. Beberapa kali aku meninggalkan mereka untuk mengejar sumber berita. Malam itu bundaran HI didatangi Kapolri yang meninjau dan ‘menyerah’ melihat massa yang telah bergerombol untuk pawai dan kampanye, karena jadwal resminya adalah pukul 06.00 – 18.00.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Saat aku kembali, gerombolan Diana masih ada di sana.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Saya ke kantor dulu ya, memberikan kaset rekaman dan hasil photoku. Sampai ketemu.” Pamitku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Eh, Mas, Mas Ray! Kantornya “x” (nama koranku), khan. Boleh saya menumpang?” Diana berteriak kepadaku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kemana?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Rumah. Rumah saya di dekat situ juga.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Boleh saja.” Kataku, “Tapi katanya mau tetap di sini? Begadang?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Nggak deh. Ngantuk. Boleh ya? Gak ada yang mau ngantarin nih.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku pun mengangguk. Tapi dari tempatku berdiri, aku dapat melihat di dalam mini bus itu ada sepasang remaja berciuman.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Benar-benar kampanye, nih? Sama saja kejadian waktu meliput demontrasi mahasiswa dulu. Waktu teriak, ikutan teriak. Yang pacaran, ya pacaran. (Ini cuma sekedar nyentil, lho. Bukan menghujat. Angkat topi buat gerakan mahasiswa kita! Peace!)</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Diana menggandengku. Aku melambai pada rekan-rekannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Diana! Pulang lho! Jangan malah…” Teriak salah seorang temannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Diana cuma mengangkat tinjunya, tapi matanya kulihat mengedip.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Lalu kami pun menuju mobilku. Dengan lincah Diana telah duduk di sampingku. Mulutnya berkicau terus, bertanya-tanya mengenai profesiku. Aku menjawabnya dengan senang hati. Terkadang pun aku bertanya padanya. Dari situ aku tahu dia sekolah di sebuah SMA di daerah Bulungan, kelas 2. Tadi ikut-ikutan teman-temannya saja. Politik? Pusing ah mikirinnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Usianya baru 17 tahun, tapi tidak mendaftar pemilu tahun ini. Kami terus bercakap-cakap. Dia telah semakin akrab denganku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kamu sudah punya pacar, belum?” Tanyaku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Sudah.” Nadanya jadi lain, agak-agak sendu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Tidak ikut tadi?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Nggak.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kenapa?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Lagi marahan aja.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Wah.., gawat nih.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Biarin aja.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kenapa emangnya?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Dia ketangkap basah selingkuh dengan temanku, tapi tidak mengaku.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Perang, dong?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Aku marah! Eh dia lebih galak.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Dibalas lagi dong. Jangan didiemin aja.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Gimana caranya?” Tanyanya polos.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kamu selingkuh juga.” Jawabku asal-asalan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Bener?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Iya. Jangan mau dibohongin, cowok tu selalu begitu.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Lho, Mas sendiri cowok.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Makanya, aku tak percaya sama cowok. Sumpah, sampai sekarang aku tak pernah pacaran sama cowok. Hahaha.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Dia ikut tertawa.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku mengambil rokok dari saku depan kemejaku, menyalakannya. Diana meminta satu rokokku. Anak ini badung juga. Sambil merokok, dia tampak lebih rileks, kakinya tanpa sadar telah nemplok di dashboardku. Aku merengut, hendak marah, tapi tak jadi, pahanya yang mulus terpampang di depanku, membuat gondokku hilang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Setelah itu aku mulai tertarik mencuri-curi pandang. Diana tak sadar, dia memejamkan mata, menikmati asap rokok yang mengepul dan keluar melalui jendela yang terbuka. Gadis ini benar-benar cantik. Rambutnya panjang. Tubuhnya indah. Dari baju kaosnya yang pendek, dapat kulihat putih mulus perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Tanpa sadar penisku bereaksi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku menyalakan tape mobilku. Diana memandangku saat sebuah lagu romantis terdengar.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas, setelah ini mau kemana?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Pulang. Kemana lagi?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Kita ke pantai saja yuk. Aku suntuk nih.” Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Ngapain”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Lihat laut, ngedengerin ombak, ngapain aja deh. Aku males pulang jadinya. Selalu ingat Ipet, kalau aku sendirian.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Ipet?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Pacarku.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Oh. Tapi tadi katanya ngantuk?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Udah terbang bersama asap.” Katanya, tubuhnya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya menempel di pangkal tangan kiriku. Hangat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Bolehlah.” Kataku, setelah berpikir kalau besok aku tidak harus pagi-pagi ke kantor. Jadi setelah mengantar materi yang kudapat kepada rekanku yang akan membuat beritanya, aku dan Diana menuju arah utara. Ancol! Mana lagi pantai di Jakarta ini.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku parkirkan mobil Kijangku di pinggir pantai Ancol. Di sana kami terdiam, mendengarkan ombak, begitu istilah Diana tadi. Sampai setengah jam kami hanya berdiam. Namun kami duduk telah semakin rapat, sehingga dapat kurasakan lembutnya tubuh yang ada di sampingku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Tiba-tiba Diana mencium pipiku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Terima kasih, Mas Ray.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Untuk apa?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Karena telah mau menemani Diana.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku hanya diam. Menatapnya. Dia pun menatapku. Perlahan menunduk. Kunikmati kecantikan wajahnya. Tanpa sadar aku raih wajahnya, dengan sangat perlahan-lahan kudekatkan wajahku ke wajahnya, aku cium bibirnya, lalu aku tarik lagi wajahku agak menjauh. Aku rasakan hatiku tergetar, bibirku pun kurasakan bergetar, begitu juga dengan bibirnya. Aku tersenyum, dan ia pun tersenyum. Kami berciuman kembali. Saat hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami. Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku. Aku cium kening Diana terlebih dahulu, kemudian kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, lalu bibirnya. Diana terpejam dan kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara. Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis dan bhnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Sesaat kemudian kaos itu telah kubuka. Aku arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, lalu turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah. Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Aku mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai mengeras. Yang kiri lalu yang kanan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas Ray, kamu tau saja kelemahan saya, saya paling nggak tahan kalo dijilat susu saya…, aahh…”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku pun sudah semakin asyik mencumbu dan menjilati puting buah dadanya, lalu ke perutnya, pusarnya, sambil tanganku membuka mini skirtnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Terpampanglah jelas tubuh telanjang gadis itu. Celana dalamnya yang berwarna hitam, menerawangkan bulu-bulu halus yang ada di situ. Kuciumi daerah hitam itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku berhenti, lalu aku bertanya kepada Diana</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Diana kamu udah pernah dijilatin itunya?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Belum…, kenapa?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mau nyoba nggak?”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Diana mengangguk perlahan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Takut ia berubah pikiran, tanpa menunggu lebih lama lagi langsung aku buka celana dalamnya, dan mengarahkan mulutku ke kemaluan Diana yang bulunya lebat, kelentitnya yang memerah dan baunya yang khas. Aku keluarkan ujung lidahku yang lancip lalu kujilat dengan lembut klitorisnyana.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Beberapa detik kemudian kudengar desahan panjang dari Diana</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“sstt… Aahh!!!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku terus beroperasi di situ</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“aahh…, Mas Ray…, gila nikmat bener…, Gila…, saya baru ngerasain nih nikmat yang kayak gini…, aahh…, saya nggak tahan nih…, udah deh…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Lalu dengan tiba-tiba ia menarik kepalaku dan dengan tersenyum ia memandangku. Tanpa kuduga ia mendorongku untuk bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, lalu membuka zipper jins hitamku. Tangannya menggapai kemaluanku yang sudah menegang dan membesar dari tadi. Lalu ia memasukkan batang kemaluanku yang besar dan melengkung kedalam mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“aahh…” Lenguhku</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Namun karena dia mungkin belum biasa, giginya beberapa kali menyakiti penisku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Aduh Diana, jangan kena gigi dong…, Sakit. Nanti lecet…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kuperhatikan wajahnya, lidahnya sibuk menjilati kepala kemaluanku yang keras, ia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, lalu dengan perlahan ia tekan kepalanya ke arahku berusaha memasukkan kemaluanku semaksimal mungkin ke dalam mulutnya. Namun hanya seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang berhasil terbenam dalam mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Ohk!.., aduh Mas Ray, cuma bisa masuk seperempat…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Ya udah Diana, udah deh jangan dipaksaain, nanti kamu tersedak.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kutarik tubuhnya, dan kurebahkan ia di seat Kijangku. Lalu ia membuka pahanya agak lebar, terlihat samar-samar olehku kemaluannya sudah mulai lembab dan agak basah. Lalu kupegang batang kemaluanku, aku arahkan ke lubang kemaluannya. Aku rasakan kepala kemaluanku mulai masuk perlahan, kutekan lagi agak perlahan, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus lubang kemaluannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kudorong lagi perlahan, kuperhatikan wajah Diana dengan matanya yang tertutup rapat, ia menggigit bibirnya sendiri, kemudian berdesah.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“sstt…, aahh…, Mas Ray, pelan-pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak perih nih…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Dan dengan perlahan tapi pasti kudesak terus batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Diana, aku berupaya untuk dengan sangat hati-hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke lubang vaginanyana. Aku sudah tidak sabar, pada suatu saat aku kelepasan, aku dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Aku lihat ke arah batang kemaluanku dan kemaluan Diana, tampak olehku batang kemaluanku baru setengah terbenam kedalam kemaluannya. Diana tersentak kaget.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Aduh Mas Ray, suara apaan tuh?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Nggak apa-apa, sakit nggak?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Sedikit…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Dan kurasakan lubang kemaluan Diana sudah mulai basah dan agak hangat. Ini menandakan bahwa lendir dalam kemaluan Diana sudah mulai keluar, dan siap untuk penetrasi. Akhirnya aku desakkan batang kemaluanku dengan cepat dan tiba-tiba agar Diana tidak sempat merasakan sakit, dan ternyata usahaku berhasil, kulihat wajah Diana seperti orang yang sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya setengah terpejam, dan sebentar-sebentar kulihat mulutnya terbuka dan mengeluarkan suara. “sshh…, sshh…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Lidahnya terkadang keluar sedikit membasahi bibirnya yang sensual. Aku pun merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku ada yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, ternyata sudah masuk tiga perempat kedalam lubang kemaluan Diana.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku coba untuk menekan lebih jauh lagi, ternyata sudah mentok…, kesimpulannya, batang kemaluanku hanya dapat masuk tiga perempat lebih sedikit ke dalam lubang kemaluan Diana. Dan Diana pun merasakannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Aduh Mas Ray, udah mentok, jangan dipaksain teken lagi, perut saya udah kerasa agak negg nih, tapi nikmat…., aduh…, barangmu gede banget sih Mas Ray…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku mulai memundur-majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, lalu ke kanan, memutar, lalu kembali ke depan ke belakang, ke atas lalu ke bawah. Kurasakan betapa nikmat rasanya kemaluan Diana, ternyata lubang kemaluan Diana masih sempit, walaupun bukan lagi seorang perawan. Ini mungkin karena ukuran batang kemaluanku yang menurut Diana besar, panjang dan kekar. Lama kelamaan goyanganku sudah mulai teratur, perlahan tapi pasti, dan Diana pun sudah dapat mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, berlawanan arah, bila kugoyang ke kiri, Diana goyang ke kanan, bila kutekan pantatku Diana pun menekan pantatnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Semua aku lakukan dengan sedikit hati-hati, karena aku sadar betapa besar batang kemaluanku untuk Diana, aku tidak mau membuatnya menderita kesakitan. Dan usahaku ini berjalan dengan mulus. Sesekali kurasakan jari jemari Diana merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Tubuh kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, namun kami tidak peduli, kami sedang merasakan nikmat yang tiada tara pada saat itu. Aku terus menggoyang pantatku ke depan ke belakang, keatas kebawah dengan teratur sampai pada suatu saat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Aahh Mas Ray…, agak cepet lagi sedikit goyangnya…, saya kayaknya udah mau keluar nih…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Diana mengangkat kakinya tinggi, melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat dan beberapa menit kemudian semakin erat…, semakin erat…, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, lalu terdengar jeritan dan lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas Ray…, aahh…, mmhhaahh…, Aahh…” Dia kelojotan. Kurasakan lubang kemaluannya hangat, menegang dan mengejut-ngejut menjepit batang kemaluanku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“aahh…, gila…, Ini nikmat sekali…” Teriakku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Baru kurasakan sekali ini lubang kemaluan bisa seperti ini. Tak lama kemudian aku tak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih cepat lagi keatas kebawah dan, Tubuhku mengejang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas Ray…, cabut…, keluarin di luar…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Dengan cepat kucabut batang kemaluanku lalu sedetik kemudian kurasakan kenikmatan luar biasa, aku menjerit tertahan</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“aahh…, ahh…” Aku mengerang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Ngghh…, ngghh..”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku pegang batang kemaluanku sebelah tangan dan kemudian kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang dan banyak sekali keluar dari batang kemaluanku.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Chrootth…, chrootthh…, crothh…, craatthh…, sebagian menyemprot wajah Diana, sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke perut dan pusarnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kami terkulai lemas berdua, sambil berpelukan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Mas Ray…, nikmat banget main sama kamu, rasanya beda sama kalo saya gituan sama Ipet. Enakan sama kamu. Kalau sama Ipet, saya tidak pernah orgasme, tapi baru sekali disetubuhi kamu, saya bisa sampai, barang kali karena barang kamu yang gede banget ya?” Katanya sambil membelai batangku yang masih tegang, namun tidak sekeras tadi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
“Saya nggak bakal lupa deh sama malam ini, saya akan inget terus malem ini, jadi kenangan manis saya”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Aku hanya tersenyum dengan lelah dan berkata “Iya Diana, saya juga, saya nggak bakal lupa”.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
Kami pun setelah itu menuju kostku, kembali memadu cinta. Setelah pagi, baru aku mengantarnya pulang. Dan berjanji untuk bertemu lagi lain waktu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 16.5px;">
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-67873989222303704172012-09-11T04:30:00.001-07:002012-09-11T04:52:28.384-07:00Gairah Sex Pasienku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjd3G_ftoiPedWdBL1kmqh8N6Op2K5R7umqw_0aZui9aLo_ofUy3EQoO2Qq2aThs9D22uFzXjn00Jn4RJ4R41063BRDcbrb4SSVduOId7DiGRMXcD46smX_mO7sY0JZZRgXlAEpnizft8w/s1600/images+(10).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjd3G_ftoiPedWdBL1kmqh8N6Op2K5R7umqw_0aZui9aLo_ofUy3EQoO2Qq2aThs9D22uFzXjn00Jn4RJ4R41063BRDcbrb4SSVduOId7DiGRMXcD46smX_mO7sY0JZZRgXlAEpnizft8w/s1600/images+(10).jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Gairah Sex Pasienku, </span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di sini semuanya berjalan biasa-biasa saja seperti layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien bervariasi umur dan status sosialnya. Pada umumnya datang ke tempat praktekku dengan keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu, radang tenggorokan, sakit perut, maag, gangguan pencernaan, dll.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Akupun tak ada masalah hubungan dengan para pasien. Umumnya mereka puas atas hasil diagnosisku, bahkan sebagian besar pasi</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
en merupakan pasien “langganan”, artinya mereka sudah berulang kali konsultasi kepadaku tentang kesehatannya. Dan, ketika aku iseng memeriksa file-file pasien, aku baru menyadari bahwa 70 % pasienku adalah ibu-ibu muda yang berumur antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa aku kurang tahu.<br />
“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku.<br />
“Ah kamu . bisa aja”<br />
“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktekku.<br />
Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.<br />
Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai isteriku.<br />
Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..<br />
Kuakui wanita muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”.<br />
Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya.<br />
“Kenapa Bu .” sapaku.<br />
“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules”<br />
“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “<br />
“Benar dok”<br />
“Badannya panas ?”<br />
Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.<br />
“Agak anget kayanya”<br />
Kayanya radang tenggorokan.<br />
“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”<br />
“Iya Dok”<br />
“Udah berapa kali dari pagi”<br />
“Hmmm . dua kali”<br />
“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”<br />
“Mmm rasanya engga ada yang istimewa . makan biasa aja di rumah”<br />
“Buah2 an ?”<br />
“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”<br />
“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”<br />
Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak tinggi itu.<br />
Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing.<br />
Stetoskopku udah kupasang ke kuping<br />
Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya.<br />
“Hmmm gimana Bu”<br />
“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya tampak.<br />
Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang.<br />
Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk berbuat lebih.<br />
Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.<br />
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah dadanya.<br />
“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.<br />
Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng bukitnya.<br />
“Ambil nafas Bu.”<br />
Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.<br />
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang tenggorokan.<br />
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas.<br />
Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku merasakannya langsung.<br />
Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah.<br />
“Cukup Bu .”<br />
Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.<br />
“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh pemandangan yang amat indah .<br />
“Radang tenggorokan dan disentri”<br />
“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya.<br />
“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang.<br />
“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka pakaian yang berbeda ?<br />
“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya yang masih “tersisa”<br />
Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.<br />
Aku memberikan resep.<br />
“Sebetulnya ada lagi Dok”<br />
“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir.<br />
“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.<br />
“Khawatir apa Bu “<br />
“Tante saya kan pernah kena kangker payudara, saya khawatir .”<br />
“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang.<br />
“Benar Dok”<br />
“Ibu merasakan keluhan apa ?”<br />
“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan”<br />
“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar2 montok itu.<br />
“Saya engga tahu Dok”<br />
“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku.<br />
“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa ..”<br />
Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah.<br />
“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”<br />
Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model.<br />
“Baik dok, saya akan periksa sendiri”<br />
“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi”<br />
“Terima kasih Dok”<br />
“Sama-sama Bu, selamat sore”<br />
Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.<br />
Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan lalu. Masih dengan rok mininya.<br />
“Gimana Bu . udah baikan”<br />
“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”<br />
“Perutnya ?”<br />
“Udah enak”<br />
“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”<br />
“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok”<br />
“Udah diperiksa belum ..?”<br />
“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya.<br />
“Cuman apa .”<br />
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..”<br />
“Memang terasa ada, gitu “<br />
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin”<br />
Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu.<br />
“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam diri.<br />
“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar kontrol.<br />
“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku masih juga tak ingat namanya.<br />
“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus !<br />
Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau engga salah eja.<br />
Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien.<br />
“Silakan dibuka kancingnya Bu”<br />
Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak pualam.<br />
“Dada kanan Bu ya .”<br />
“Benar Dok”<br />
Sambil sekuatnya menahan diri, aku menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja ..<br />
“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini.<br />
Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.<br />
“Yang mana Bu benjolan itu ?”<br />
“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .”<br />
Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau engga.<br />
“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..<br />
Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri cup-nya …<br />
Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu !<br />
Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh putting merah jambunya itu ..<br />
Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang !<br />
Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker.<br />
“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.<br />
“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni telah terrangsang .<br />
“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”<br />
“Syukurlah”<br />
“Engga apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan.<br />
‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi …<br />
“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.<br />
“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.<br />
“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.<br />
“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.<br />
“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol<br />
“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang tak perlu.<br />
“Apalagi .”<br />
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !<br />
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.<br />
Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.<br />
Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati.<br />
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku bersandiwara.<br />
“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang itu keluar lagi.<br />
Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.<br />
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”<br />
“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?<br />
Gila !<br />
Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya .<br />
Aku sadar kembali. Melepas.<br />
“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di penisku<br />
“Ih kerasnya ..”<br />
“Engga bisa dong Bu ..’<br />
“Dokter udah siap gitu .”<br />
“Iya .. memang .. Tapi masa .”<br />
“Please dokter .. Cumbulah saya .”<br />
Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ?<br />
“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .<br />
“Saya udah engga tahan .”<br />
“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan.<br />
“Okey ..okey . Bener ya Dok”<br />
“Bener Bu”<br />
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”<br />
“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.<br />
“Ehhhhfff”<br />
Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.<br />
“habis Dok”<br />
Dia langsung berberes. Rapi kembali.<br />
“Dokter belum mau pulang ?”<br />
“Belum. Silakan duluan”<br />
“Baiklah, kita duluan ya”<br />
Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu.<br />
Syeni masuk.<br />
“Kunci pintunya” perintahku.<br />
Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali.<br />
“Dok …”<br />
“Ya .Syeni .”<br />
Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm ..<br />
Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener ..<br />
Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang.<br />
Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan ..<br />
Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …<br />
Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.<br />
“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !<br />
Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak.<br />
“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.<br />
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.<br />
Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.<br />
“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni<br />
Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.<br />
“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap penisku.<br />
Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya. Dan …. Gila !<br />
Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin “pusing” …<br />
Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat senyum tipis.<br />
“Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD hitam itu.<br />
“Kapan melepasnya ?”<br />
“Tadi, sebelum turun .”<br />
Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat.<br />
Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi. Tak lama kami berpagutan, karena ..<br />
“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan.<br />
“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.<br />
Aku menekan lagi.<br />
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”<br />
“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit.<br />
Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya ..<br />
Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk.<br />
Sadarkah kau?<br />
Siapa yang kamu setubuhi ini?<br />
Pasienmu dan isteri orang!<br />
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.<br />
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta disetubuhi?<br />
Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi.<br />
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku.<br />
Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….<br />
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.<br />
Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …<br />
Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.<br />
Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..<br />
Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol.<br />
“Siapa Syen” tanyaku.<br />
“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah.<br />
“Curiga ya dia”<br />
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku.<br />
“Syeni bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.<br />
“Suamimu tahu kamu ke sini”<br />
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2.<br />
“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas”<br />
“Ah masa .. “<br />
“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”<br />
“Ah . engga usah basa basi”<br />
“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”<br />
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu”<br />
“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”<br />
“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”<br />
“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan.<br />
“Oh ya ..?”<br />
“Si Koko belum pengin punya anak”<br />
Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.<br />
“Kok BH-nya engga dipakai ?”<br />
“Entar aja deh di rumah”<br />
“Entar curiga lho, suamimu”<br />
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”<br />
Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.<br />
“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”<br />
“Habis . kamu sexy banget sih …”<br />
“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”<br />
“Entar ajalah . mau mandi dulu .”<br />
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku.<br />
“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni mau lagi ya .”<br />
“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.<br />
“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata menyadarinya.<br />
Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.<br />
“Mas mau lagi .?”<br />
“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”<br />
“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.<br />
“Udah malam Syen, lain waktu aja”<br />
Syani tak menjawab, malah meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja, mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..<br />
Penisku langsung menerobos vaginanya ..<br />
Syeni bergoyang bagai naik kuda .<br />
Sekali lagi kami bersetubuh .<br />
Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku menyemprotkan vaginanya dengan air maniku …<br />
Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.<br />
“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.<br />
“Ngaco . suamimu .?”<br />
“Kalo dia sedang engga ada dong ..”<br />
Baiklah, kutunggu undanganmu.<br />
Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy<br />
<br />
<br />
<br />
TAMAT</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-60475455136850931002012-09-11T04:24:00.000-07:002012-09-11T05:28:39.556-07:00menikmati tubuh janda bu' mina <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKbJlBWALd1bCqcUe70W57wLscupyo3fFhs1r9oceHdZOp-K0Iz_vPeORBVdGPgb4wxUQAf6u-rYz_p_wp6iEuwQVUu_B89hnZcbvNsPHpkpP1ANPhAkPYn6Jh0aXGlreunM46Mp-qSDc/s1600/images+(11).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKbJlBWALd1bCqcUe70W57wLscupyo3fFhs1r9oceHdZOp-K0Iz_vPeORBVdGPgb4wxUQAf6u-rYz_p_wp6iEuwQVUu_B89hnZcbvNsPHpkpP1ANPhAkPYn6Jh0aXGlreunM46Mp-qSDc/s1600/images+(11).jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">menikmati tubuh janda bu' mina</span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Peristiwa ini berlangsung beberapa bulan yang lalu di awal 2006. Di Sabtu malam yang cerah aku terpaksa menunggu rumah sendirian. Keluarga semua pergi ke Jakarta menghadiri acara pernikahan saudara sepupuku. Aku perkenalkan diri dulu. Namaku Reno, 28 tahun. Tampangku biasa-biasa aja dengan kulit sawo matang. dengan tinggi 170 cm dan berat 70 kg. Pembaca mungkin menyangka aku gendut. Itu sama sekali tidak tepat karena aku rajin fitness hingga ot</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
ot2ku pun terbentuk walaupun tidak sekekar Ade Rai . Aku bekerja di satu perusahaan swasta di kotaku. Aku tinggal di kota kecil di bagian Barat pantura Jawa Tengah. Dan sekarang aku masih menyandang predikat jomblo. Namun aku selalu enjoy menjalaninya. Sabtu malam itu tidak seperti biasanya. Teman-temanku yang sebagian jomblo juga (mungkin aku perlu bikin perkumpulan Jomblo Merana, hehehe…) tidak keliatan batang hidungnya. Aku yang nungguin rumah sendirian akhirnya cuma bisa duduk sambil mengisap rokok putih di teras depan rumah sambil cuci mata pada cewe-cewe yang lewat di jalan depan rumahku. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Rasa kantuk sudah mulai menyerang. Aku pun bergegas masuk ke rumah. Begitu tanganku hendak meraih gagang pintu, aku dikejutkan suara becak yang direm mendadak. Spontan aku liat ada yang terjadi. Ternyata seorang wanita kira2 berumur 40 tahunan turun dari becak kemudian membayar ongkos ke abang becak. Aku masih terpaku melihat apa yang akan dilakukan oleh wanita dengan kulit sawo matang dan berwajah sensual itu. Tingginya kira-kira 160 cm dan beratnya mungkin 60 kg dengan payudara yang besar kira2 36C dan pantat yang besar pula serta perut yang sudah tidak rata lagi. Wanita itu memakai baju terusan dengan rambut digelung ke atas menambah kesensualannya. Tanpa dikomando penisku lagi berdiri tegang. “Permisi…”, suara lembutnya membuyarkan lamunanku. “Eh…iya, Bu…”, jawabku sekenanya. “Pak Atmonya ada?” Aku jadi bingung karena nama orang tuaku bukan Atmo. Dengan cepat aku baru sadar kalo rumah yang aku tempati sekarang dulu adalah milik Pak Atmo yang sekarang sudah pindah di kota di provinsi Jawa Tengah bagian Selatan. Akhirnya aku jelaskan padanya tentang keadaan saat ini. Dia pun bingung hendak ke mana karena tidak ada sanak sodara di kota ini. Kemudian aku persilakan masuk wanita itu ke dalam ruang tamu. Setelah melalui percakapan singkat dapat kuketahui kalo wanita itu bernama Tuminah, sepupu Pak Atmo dari Boyolali dan aku tahu kalo dia telah hidup menjanda selama 10 tahun semenjak kematian suaminya. “Dik Reno, ibu saat ini bingung mau tidur di mana. Lha wong sudah malam begini. Mau melanjutkan perjalanan sudah tidak ada bis lagi,” kebingungan meliputi dirinya. “Sudahlah Bu Minah…Ibu sementara bermalam di sini dulu. Besok Ibu bisa ke tempat Pak Atmo,” aku coba menenangkannya sambil mataku mencuri-curi pandang ke arah gundukan di dadanya yang membusung itu. Mengetahui hal itu Bu Minah jadi salah tingkah sambil tersenyum penuh arti. Akhirnya Bu Minah setuju untuk bermalam di rumahku. Aku persiapkan kamarku untuk tidur Bu Minah. Tak lupa aku buatkan teh panas untuk menyegarkan tubuhnya. Kemudian aku persilakan Bu Minah untuk membersihkan badan dulu di kamar mandi. Aku menunggu dengan menonton tivi di ruang tengah. Bayangan tubuh montok Bu Minah menjadikan burungku jadi makin berdiri keras. Ditimpali suara kecipakan air di kamar mandi terdengar dari tempatku. “Mas Reno…” aku dikejutkan panggilan Bu Minah dari kamar mandi. “Iya Bu… Ada apa?” aku bergegas menuju ke kamar mandi. “Ibu lupa tidak bawah handuk. Ibu boleh pinjem handuk mas Reno?” terdengar suara Bu Minah dari balik pintu kamar mandi. “Boleh kok, Bu. Saya ambilkan sebentar, Bu”, aku ambil handukku di jemuran belakang. “Ini Bu handuknya” perlahan pintu kamar mandi dibuka oleh Bu Minah. Aku sodorkan handuk ke tangan Bu Minah yang menggapai dari balik pintu. Tak kusangka sodoran tanganku terlalu keras sehingga mendorong pintu terbuka lebar hingga badanku terhuyung ke depan ikut masuk ke kamar mandi. Aku menubruk badan Bu Minah. Aku peluk tubuh bugil Bu Minah agar aku tidak jatuh. Bu Minah pun memeluk tubuhku erat-erat agar tidak terpeleset. “Aahhh…”, Bu Minah menjerit kecil. Aku rasakan buah dada bu Minah yang besar itu dalam pelukanku. Penisku langsung tegang mengenai perus Bu Minah. Beberapa detik kami terdiam. “Ih, mas Reno kok meluk aku sih…” katanya manja tanpa melepas pelukannya padaku. Wajahku merah padam. Aku tidak bisa menyembunyikan hasratku yang meletup-letup. “Kaalauu…akkuu lepass …nantii akku liat ibu Minah telaanjaang donggg..”, jawabku terbata-bata dengan nafas tersengal menahan gejolak birahi. Aku tekan-tekan penisku yang masih terbungkus celana ke perutnya. “Aacchh…sungguh nikmat sekali,” batinku karena aku baru pertama kali ini memeluk wanita dalam keadaan telanjang bulat. “Burung mas Reno nakal…” katanya manja sambil tangannya merogoh penisku dari balik celana training yang aku pakai. Dielus dan dikocoknya perlahan penisku. “Ouuugghhh…” aku hanya bisa mendesah. “Burung Mas Reno besar sekali…” Aku tidak tahu apakah dengan panjang 16 cm dan diameter 4 cm itu penisku termasuk besar, entahlah mungkin Bu Minah sebelumnya hanya tahu penis dibawah ukuranku. Dan aku pun tidak tinggal diam. aku remes-remes teteknya yang gede itu sambil aku emut putingnya. “Mmmhhh… enak banget mas…” Tangan kiriku langsung turun ke vaginanya yang mulai basah itu. Aku gesek-gesek dengan jariku dan aku mainkan klitorisnya… “Mas….” hanya itu yang bisa Bu Minah ucapkan dengan mata sayu sementara tangannya masih mengocok penisku dengan pelan. “Mas…Mas Reno….aku wis ora kuat….” suaranya parau “Masukin sekarang ya, Mas….” Aku jadi bingung karena belum pernah ml sebelumnya. Dengan malu-malu aku pun beranikan diri bertanya, “Bu, caranya gimana?” Bu Minah tersenyum genit. “Oh mas Reno masih bujang tong-tong to?” Kemudian Bu Minah membalikan badannya dengan berpegangan pada bak mandi Bu Minah mengambil posisi nungging. Aku yang udah gak sabar langsung mengarahkan penisku ke vagina yang merah merekah dengan rambut kemaluan yang tercukur rapi tapi gagal karena aku tidak tahu lubang kenikmatan itu. “Sini mas Reno biar aku bantu…” Bu Minah yang mengerti keadaanku langsung menyamber batang penisku kemudian diarahkannya ke lubang vaginanya. Kepala penisku menyentuh bibir vaginanya. Oouugghhh… sungguh kenikmatan yang luar biasa yang baru aku rasakan. Kemudian aku dorong penisku ke dalam vagina Bu Minah. Agak susah memang. “Mas…pelan-pelan. Aku udah lama tidak kaya gini…” suara Bu Minah terdengar lirih tertahan. Aku majukan lagi penisku hingga tinggal setengahnya yang belum masuk ke lubang kenikmatan. Bu Minah memaju mundurkan pantatnya berulang-ulang. Dan… Slleeepppp…. penisku seperti tertelah semuanya oleh vagina Bu Minah. Aku maju mundurkan penisku dengan cepat seperti yang aku liat di BF. “Ooohhhh….masss….mmmhhhh.. ..” hanya itu yang keluar dari mulut Bu Minah. Aku merasakan sensasi yang sangat luar biasa… Dan belum ada 30 kocokan aku merasakan akan memuntahkan spermaku.”Bu…. aku mau keluar…” Aku percepat sodokan-sodokan penisku ke vagina Bu Minah. Dengan gerakan yang luwes Bu Minah memutar-mutar pantatnya mengimbangi sodokanku. Melihat goyangan pantat Bu Minah yang erotis itu aku semakin tidak sanggup menahan laju spermaku. Aku percepat sodokanku…. dan… “Ooouuugggghhhh…..” aku tekan kuat2 penisku hingga menyentuh dasar rahim Bu Minah. “Crrootttt…..ccrrrooottt…. cccrrottt….” penisku menyemburkan sperma sebanyak 15 kali ke vagina Bu Minah. Goyangan-goyangan erotis pantat Bu Minah mengiringi siraman spermaku. “Oooohhhhh….” Aku terkulai lemas. Aku peluk tubuh Bu Minah dari belakang dengan tangan meremas2 tetek Bu Minah yang besar walopun sudah agak kendur. Sementara penisku yang masih tegang tenggelam dalam vagina Bu Minah yang enak itu. Nafas kami masih tersenggal-senggal. Lama kami terdiam meresapi sisa-sisa kenikmatan yang baru saja dilalui. “Mas Reno….” Bu Minah lirih memanggilku. “Udahan dulu ya Mas.., aku capek banget. Aku mau istirahat dulu”. Aku bisa memahami kondisi tubuh Bu Minah setelah melakukan perjalanan panjang. Akhirnya aku tidur bareng Bu Minah di kamarku. Dan tentunya masih ada kejadian2 kenikmatan yang kami lakukan berdua setelah itu.</div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-55410178553623361692012-09-11T04:19:00.004-07:002012-09-11T04:53:24.366-07:00Bercinta dengan Teman Lama SMU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPxa2tONNSq8fhav58f4Gj172KN7L4-x3mRCyKEWkYF8DWmtOIuP7VaFpuMJziQitk6x3mNZAOZIu6Mf1A15h5GouUewksP01qpRCIf1Za81cred6Cl9HrV3cMkrFjwHS7ZCFBo5yltdM/s1600/images+(8).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPxa2tONNSq8fhav58f4Gj172KN7L4-x3mRCyKEWkYF8DWmtOIuP7VaFpuMJziQitk6x3mNZAOZIu6Mf1A15h5GouUewksP01qpRCIf1Za81cred6Cl9HrV3cMkrFjwHS7ZCFBo5yltdM/s1600/images+(8).jpg" /></a></div>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Bercinta dengan Teman Lama SMU</span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Cerita seks bugil ini benar aku alami, aku punya teman akrab dulu di SMU pada tahun 2007 saat aku masih duduk disalah satu sekolah. cerita seks ini adalah hal yang sangat baru karena terjadi begitu saja dan saya bagikan kepada fans cerita sex. Panggil saja Wina nama samaran,kami memang sangat akrab banget dalam pertemanan disekolah dulu. Dan akhirnya kami lulus tahun 2007 persahabatan kami pun buyar saya harus kerja di perusahaan di bandung da</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
n Wina harus ikut ayahnya ke jakarta. Pengalaman yang aku alami bercinta dengan teman lama SMU ini tidak bisa lupakan karena pertemanan bisa sampai melakukan ML.<br />
Pada tahun 2009 akhir, saya masih di kerjaan pertama saya dulu. Karena malam sudah lelap kerjaan masih numpuk banget, akhirnya saya memutuskan untuk pergi keluar sebentar untuk beli kopi dan cuci mata. Sesampai di sebuah depan pusat perbelanjaan di kota kembang yang sangat terkenal aku keluar dari mobil aku untuk mencari warung yang jualan kopi hangat. Sambil berjalan menuju menuju penjual kopi saya melihat ada penjual alat kencantikan, lalu saya menuju ke arah tersebut. Tidak aku kira rupanya penjual tersebut Wina…..!!!!!<br />
Eh….Wina kan?? Tanyaku.<br />
Sambil mengsap kepalanya sedikit mengingat!!!!<br />
Kamu Eric kan…..jawabnya…!!!!<br />
Sambil mengulurkan tanganya Wina bilang “ gmna kabarnya? “<br />
“Baik-baik saja….” kami tidak ngomong panjang lebar karena dia harus bekerja. Sesampai jam 20.00 WIB, Wina selesai bekerja lalu q tawarkan untuk pulang bareng. Sebelum aku mengantar dia ke tempat kostnya, aku ajak dia untuk makan dulu. Dia menerima tawaranku, setelah itu baru kuantar dia ke tempat kostnya.”Ke dalem dulu Rick..!” katanya.<br />
“Makasih Wi.., lain kali aja deh.., lagian khan ada Kakakmu..!” kataku sambil memperhatikan jamku, yang mana pada waktu itu menunjukkan pukul 22:30.”Kakakku lagi ke Jakarta Rick.., Aku cuma sendirian disini. Ayo dong Rick..! Masuk dulu..,” pintanya merajuk.Akhirnya aku masuk juga ke dalam, “Bentar aja ya Wi.., Aku ada kerjaan nih di kantor, mana mata udah ngantuk, cape lagi..,” kataku sambil tanganku memijit pundakku sendiri karena pegal.Dewi menganngguk sambil tersenyum, kemudian dia menuju ke belakang untuk mengambil minuman.<br />
“Santai aja dulu Rick.., Aku mo mandi dulu ya, gerah nih..!” katanya sambil menyodorkan minuman untukku.Lalu aku duduk di kursi dekat tempat tidurnya.”Lama juga nih mandinya. Dasar perempuan..!” aku menggerutu dalam hati.Kemudian aku berdiri sebentar, karena pegel juga kalau duduk terus. Akhirnya aku rebahan juga di tempat tidurnya, cape sekali badanku rasanya. Kemudian kulihat Dewi keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai celana pendek dengan t-shirt warna putih. Rambutnya basah, mungkin habis keramas. Kemudian dia duduk di depan meja riasnya sambil mengeringkan rambutnya.<br />
“Muka Kamu kok keliatan cape Rick..?” kata Dewi membuyarkan lamunanku.”Iya nih Wi.., Aku cape banget hari ini, mana kerjaan masih banyak.” ketusku.”Ya udah, istirahat aja dulu. Santai aja.., Aku pijitin, mau nggak..?” kata Dewi sambil melangkah ke arahku.”Bener nih, mau mijitin..?” kataku setengah tidak percaya.”Masa Aku boong Rick. Ya udah.., Kamu tengkurap aja.. Terus buka dulu kemeja Kamu dengan kaosdalamnya.” katanya.Bagai kerbau dicocok hidung, aku menurut saja, terus kutelungkup, lalu Dewi mulai memijitiku, mulai dari pundak terus ke punggung. Pijatannya lembut sekali, rasa lelah dan kantukku mulai hilang, malah yang ada sekarang darahku justru mengalir begitu cepat. Batang kemaluankuperlahan-lahan mulai tegang, aku jadi salah tingkah. Sepertinya Dewi melihat perubahan sikapku.<br />
“Rick..! Balikin badan Kamu.., biar Aku pijit juga bagian depannya.” katanya lembut.<br />
Aku agak ragu juga, pasalnya aku takut kemaluanku yang sudah tegang takut kelihatan, ditambah nafasku yang sudah tidak beraturan. Tetapi akhirnya kubalikkan juga badanku. Kemudian Dewi menduduki badanku. Kaget juga aku melihat dia, karena posisi dia sekarang menduduki badanku, pantatnya tepat di atas kemaluanku. Aku pura-pura meram saja, sambil kadang-kadang memicingkan mataku, jadi salah tingkah aku pada waktu itu.<br />
Seksi juga ni orang, atau karena pikiranku yang sudah dirasuki nafsu birahi, batinku berkecamuk. Aku mulai berpikir, apa yang harus kulakukan. Tangan Dewi dengan begiru halusnya mengusap-ngusap dadaku yang kadang-kadang dia cubit puting susuku, aku malah menggelinjang kegelian, pikiranku sudah gelap oleh nafsu. Dengan agak ragu kupegang kedua telapak tangannya yang sedang memijat dadaku.”Kenapa Rick..?” tanya Dewi sambil tersenyum.Aku tidak menjawab pertanyaannya, kemudian kucium telapak tangannya, lalu kutarik tangannya yang mana otomatis badannya mengikuti, sehingga badannya jadi<br />
agak terdorong ke depan.<br />
Wajahku dengan wajahnya dekat sekali, sampai nafasnya menerpa wajahku. Lalu kupegang kedua pipinya, dengan perlahan kudekatkan wajahnya ke wajahku, lalu kucium bibirnya dengan lembut. Kemudian kujulurkan lidahku menelusuri rongga mulutnya. Dewi agak melenguh, lalu Dewi mulai membalas ciumanku, lama-lama ciuman kami makin lama makin buas saja, nafas kami sudah tidakberaturan. Sambil tetapi berciuman, tanganku turun ke bawah, lalu kumasukkan ke bagian<br />
belakangkaosnya, lalu kutarik kaosnya ke atas. Dewi mengerti akan hal ini, kemudian dia tegakkan badannya, lalu dia buka sendiri t-shirtnya, lalu dengan sambil tersenyum dia buka sendiri BH-nya.<br />
Setelah terbuka, yang kusaksikan adalah sepasang dua bukit yang kembar, walaupun tidak terlalu besar tetapi kencang sekali, dengan putting yang sangat menantang. Dengan posisi Dewi masih di atas perutku, aku segera bangkit. Kulumat putingnya silih berganti, Dewi melenguh tanda menikmatinya.”Ooohhh Erick.., sshhh..,” desahnya sambil mendongakkan kepalanya ke belakang, dengan tangan melingkar di leherku.Aku semakin bernafsu, lalu kurebahkan badannya, kemudian kulumat bibirnya, lalu kulumat telingakirinyan. Kemudian aku turun menelusuri lehernya, kulumat putting susunya yang tampak menawan, kadang aku meremas kedua bukit yang indah itu. Puas dengan itu lumatanku mulai turun ke bawah, aku jilat pusarnya, kedua<br />
tanganku mulai turun ke pangkal pahanya.<br />
Dengan posisi masih menjilati pusarnya, tanganku membuka celana pendeknya, lalu kuturunkan ke bawah. Secara naluriah dia ikut membantu menurunkan pula, maka tingal celana dalamnya yang berwarna putih bersih yang masih menghinggapi tubuhnya. Lalu kucium kemaluannya yang masih ditutupi CD-nya, dia melenguh hebat, kemudian kubuka CD-nya. Aku beralih menjilati bibir kemaluannya. Dengan bantuan kedua jariku, kusibakkan bibir kemaluannya itu, maka tampakbagian dalam yang berwarna merah muda, dengan dihiasi klit-nya yang sudah membengkak.<br />
Mungkin ini untuk yang kedua kalinya aku menjilati kemaluan perempuan. Ini yang kusuka dari kemaluan Dewi, tidak berbau, mungkin tadi dia waktu mandi membersihkannnya dengan sabun khusus.Lalu kujulurkan lidahku ke bagian klit-nya, kugoyang-goyangkan lidahku.”Aaahhh.., Rickkk.., enak sekali Saayaang..!” jeritnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku.<br />
Pedas juga rambutku. Aku masih saja asyik memainkan lidahku. Kadang sekali-sekali kugigit bibir kemaluannya. Tidak berapa lama, tubuh Dewi mengejang, kepalaku makin ditekan oleh tangannya ke dalam kemaluannya.”Eeerriiccckkk.., aakkhhh.., nikmat sekali Sayang..!” katanya sambil memejamkan matanya, tandamerasakan kenikmatan yang tiada taranya.<br />
Aku masih saja asyik melumat habis kemaluannya yang merah merekah.”Udahhh Rick.., udah dulu Sayang..!” katanya sambil menarik kepalaku ke atas, kemudian dia cium bibirku dengan ganas sekali.Lalu tubuhku dia balikkan, dia berada di atasku sekarang. Dia condongkan badannya, kemudiandia mencium kembali bibirku, lalu mencium leherku. Dia tegakkan badannya, dan dia geser sedikitke bawah. Sambil tersenyum dia lalu membuka celana panjangku, kemudian dia buka celana dalamku, maka mencuatlah adikku yang dari tadi sudah tegak bagai tugu monas. Dengan lembut dia mengusap batang kemaluanku, jempolnya mengusap kepala kemaluanku.<br />
“Aaakkhhh..,” aku hanya bisa mendesah kenikmatan.Perlahan dia tundukkan kepalanya, lalu mulai menjilati kepala kemaluanku, kemudian dia masukkan batang kejantananku ke mulutnya. Dia hisap dengan lembut. Aku hanya bisa merasakan kenikmatan yang diberikan oleh permainan mulut Dewi.<br />
“Aakkhhh Wi.., terus Wi..! Enak sekali Sayang..!” erangku.Mungkin karena dari tadi aku sudah menahan nafsuku, akhirnya aku tidak kuat juga menahannya.”Wi.., Aku mo keluar Wie..,” erangku.Dewi cuek saja, dia malah mempercepat frekwensi hisapannya ke batang kemaluanku, yangpada akhirnya, “Aaakkhhh..,” bersamaan dengan itu menyeburlah cairan spermaku ke mulutnya.<br />
Keliatannya Dewi agak kaget juga, tetapi dia lalu menelan semua spermaku sampai habis. Aku hanya mengerang kenikmatan. Setelah cairanku habis ditelannya, kemudian Dewi lepaskan batang kejantananku dari mulutnya, dia tersenyum melihat senjataku masih berdiri, walaupun sudah mengeluarkan laharnya. Dengan tersenyum menahan birahi, dia mendekati wajahku. lalu mencium bibirku. Dengan posisi masih di atas, tangannya kemudian memegang batang kemaluanku, lalu<br />
dibimbingnya ke lubang senggamanya. Dengan sekali sentakan, batangku sudah masuk seluruhnya.<br />
“Uuuhhh.., sshhhh..!” Dewi melenguh kenikmatan sambil memejamkan matanya, rambutnya tergerai, kepalanya diangkat mendongkak ke belakang.Diangkatnya pantatnya perlahan, lalu diturunkannya perlahan. Aku membantunya dengan batang kemaluanku.<br />
Makin lama gerakan Dewi semakin cepat, aku juga semakin keras menekan batang kemaluanku, tangaku menelusuri tubuhnya yang sudah penuh dengan keringat. Kadang kuremas kedua bukit kembarnya, sekali-kali aku pelintir kedua puttingnya. Dewi terus saja menggelinjangkan tubuhnya, kulihat Dewi meram melek juga dalam malakukan gerakannya itu.<br />
“Ooohhh.., Eerricckk..! Enak sekali Rick.., ssshhh..,” Dewi mendesis seperti ular.<br />
“Kamu cantik sekali Wi.., Aku sayang Kamu..!” kataku sambil menarik kepalanya untuk mendekati wajahku.Lalu kucium bibirnya. Akibat gerakan-gerakan yang dilakukan Dewi, akhirnya aku tidak kuat juga.”Aaahhh.., Wi, Aku hampir keluar Sayangg..!” kataku.”Ssshhh.., aahh.., Aaaakuu juga Rick.., bentar lagi.., aakhh.. terus Sayanng.., terusss..!” ucap Dewi sambil terbata bata menahan nafsu.<br />
Makin kupercepat tempo gerakanku, yang pada akhirnya aku sudah tidak kuat lagi. Kurangkul tubuhnya erat-erat, tampaknya Dewi juga sudah pada klimaksnya, yang akhirnya.”Aaahhh.., aakkhhh..,” kami keluar bersamaan disertai desahan yang panjang.Kupeluk tubuh Dewi dengan erat, begitu juga dengan Dewi sambil menikmati sensasi-sensai yang tidak bisa dibayangkan. Kemudian dengan posisi aku masih duduk di kasur dan Dewi di atasnya, kami berciuman kembali. Lama sekali sambil mengatakan kata-kata indah.”Terima kasih Wi.., Aku sayang Kamu..!” kataku sambil mencium keningnya.”Aku sayang Kamu juga Rick..!” kata Dewi, yang kemudian kami berciuman kembali.Lalu kurebahkan badanku dengan batang kemaluanku masih menancap di liang senggamanya, akhirnya kami berdua tertidur lelap sekali.<br />
Esok harinya baru kupulang, tapi sebelumnya aku antarkan dulu Dewi ke tempat kerjanya sambilmemeberikan nomor teleponku. Kalau-kalau dia butuh aku, tinggal menghubungi saja. Sesudah mengantar Dewi, aku langsung pulang, lalu pergi ke kantor yang mana sudah tentu aku pasti kesiangan, dan kerjaanku yang belum beres.<br />
<br />
TAMAT</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-49264848345718390752012-09-11T04:15:00.000-07:002012-09-11T04:53:56.906-07:00Kecelakaan Membawa Nikmat<br />
<div class="aboveUnitContent" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 12.727272033691406px; margin-bottom: 15px; margin-top: 15px;">
<div class="userContentWrapper">
<div class="_wk" style="font-size: 15px; line-height: 20px;">
<span class="userContent">Kecelakaan Membawa Nikmat...!!!<br /><br /><br />Ini adalah cerita sex-ku yang asyik. Namaku Joko (samaran), tinggiku 171 cm, berat ideal. Aku memiliki wajah yang ganteng dan penis yang lumayan untuk membuat cewek tegang dan lemas. Aku mempunyai daya sex yang kuat sekali, sering aku melakukan onani dengan dengan nonton BF dan berkhayal tubuh sintal dan seksi, lalu memasukkan penisku ke vagina cewek. Aku sering nonton BF dan diiringi meremas-remas penis sampai aku tegang dan keluar sperma. I</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="display: inline;">
<span class="userContent">ni biasanya aku lakukan sampai tiga kali dalam satu kali nonton BF. Aku suka susu cewek yang besar dan kenyal. Aku paling suka kalau bermain sex dengan posisi aku di bawah dan cewek yang memainkan vaginanya di atas tubuhku sambil melihat pantat besar dan mulus yang naik turun dan bergoyang.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Cerita ini bermula dari kecelakaan kecil yang menimpaku. Seperti biasa, sore hari aku menyempati jalan-jalan dengan motor kesayanganku, dengan memakai jeans dan jaket kesayanganku, dengan kecepatan yang tidak begitu cepat. Aku lihat ke kanan dan ke kiri, tiba tiba ada motordari belakang dengan kecepatan tinggi menyerempetku. Sekilas aku kaget dan berusaha minggir, tapi sial aku malah jatuh karena tepi jalan itu ada batu batu kecil yang menyebabkan ban motorku tergelincir dan akhirnya aku tertimpa motor dan yang menyerempetku tadi langsung tancapgas (kabur)! Setelah itu aku berusaha bangun dengan pertolongan orang orang di sekitar situ. Aku terluka di bagian kaki (paha atas, lengan atas dan dada), sebenarnya luka ini tidak begitu serius bagiku, tapi aku kagum sekali dengan pertolongan orang-orang di sekitar situ yang penuh simpatik.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Setelah beberapa detik kejadian itu, aku langsung dibawa ke dalam sebuah rumah dekat kejadian. Ya, seperti biasa menghindari campur tangan polisi. Setelah aku dimasukkan di dalam sebuah rumah dan motorku di depan rumah itu, aku disuruh duduk oleh seorang cewek yang ternyata pemilik rumah itu. "Adik duduk aja di sini, biar ibu ambilin obat ya.." kata cewek itu dan segera masuk ke dalam kamarnya yang letaknya di depanku. Perkiraanku cewek ini umurnya sekitar 36, meskipun umurnya ya.. cukup tua sih. Tapi cewek ini bodinya oke sekali deh, tingginya sekitar 165 cm susu yang montok berukuran sekitar 36B dan masih terangkat dengan menggunakan kaos yang longgar dan pantat yang besar sekali karena pada waktu itu dia pakai rok pendek sampai lutut dan kelihatan betis yang mulus dengan ditumbuhi rambut halus. Aku sempat berkhayal untuk memegang pantatnya yang besar sekali, kuremas-remas sambil memasukkan jariku ke lubangkenikmatannya.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Setelah beberapa menit dia mencari obat merah di kamarnya, dia memanggil anaknya, "Sri.. Sri..ambilin minum tuh.. buat Mas-nya!" ternyata dia punya anak perempuan yang namanya Sri, umurnya sekitar 17 tahun. Setelah berhasil menemukan obat merah, lalu menghampiriku,</span><br />
<span class="userContent">"Wah.. ini lukanya parah sekali Dik.." sambil membuka tutup obat merah.</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. nggak kok Bu.. biasa aja kok," kataku sambil memperhatikan susunya yang montok tergelantung itu.</span><br />
<span class="userContent">"Nama Adik siapa?" tanya ibu itu sambil meneteskan obat merah di lengan atasku.</span><br />
<span class="userContent">"Joko Bu, aduh pedih sekali.. pelan-pelan Bu..!"</span><br />
<span class="userContent">"Maaf ya.. Dik Joko, oh ya nama ibu Neneng," katanya sambil meneteskan ulang obat itu di lengan atasku.</span><br />
<span class="userContent">Dan tidak disengaja susu Neneng itu menyenggol sikuku."Oh.. maaf Bu.. tidak sengaja," tanyaku sambil melihat susu Neneng yang membuat penisku agak tegang.</span><br />
<span class="userContent">Dia hanya tersenyum dan tertawa kecil.</span><br />
<span class="userContent">"Lho.. Dik Joko yang kena yang mana lagi, kelihatannya celana kamu sobek tuh.." katanya sambil memegang celanaku yang sobek itu.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. Bu itu di bagian paha atas dan di dada ini," sambil membuka sedikit kaos yang kupakai.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">"Yang ini harus diobati loh, entar kalau tidak cepet diobati berbahaya, kaki kamu bisa di luruskan nggak?" kata Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent">"Agak linu Bu.. karena bagian paha sih.." kataku sambil mencari kesempatan melihat susu.</span><br />
<span class="userContent">Pada waktu itu tepat dudukku tidak memungkinkan aku meluruskan kakiku.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. sudah ke kamar Ibu dulu situ berbaring biar kakimu bisa diluruskan," kata Bu Neneng sambil membantuku berdiri dan berjalan.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. Bu.. tapi..?" tanyaku ragu.</span><br />
<span class="userContent">Nanti disangka macam-macam, tapi memang niatku untuk berusaha nge-sex sama Bu Neneng yang montok itu.</span><br />
<span class="userContent">"Tapi apa, oh.. kamu malu ya.. nyantai aja kamu kan teluka dan perlu pengobatan, sudah masuk ayo Ibu bantu!" sambil melingkarkan tangan kanan di pundak Bu Neneng aku berjalan.</span><br />
<span class="userContent">Dan tidak disengaja waktu berjalan, jari-jariku menyentuh permukaan susu montok Bu Neneng tapi aku tidak merubahnya, malah kugesek-gesekkan dengan pelan-pelan agar tidak ketahuan kalau disengaja, terasa puting susu Bu Neneng yang kenyal menyebabkan penisku tegang. Dan sampailah di tempat tidur Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">"Sudah Dik Joko, mana yang luka lagi?" sambil duduk di sampingku dan membelakangiku sementara aku terlentang, otomatis tanganku menempel di paha mulus Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent">"Di dada sini Bu," kataku sambil membuka ke atas kaosku agar kelihatan lukanya.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. sudah dilepas dulu kaosnya, entar kalau kena obat ini kan jadi merah," katanya basa-basi.</span><br />
<span class="userContent">Aku langsung buka kaosku, dan sekarang aku telanjang dada.</span><br />
<span class="userContent">"Nah gini kan bisa leluasa mengobati kamu," sambil mendekat ke dadaku, dan otomatis aku melihat dengan jelas susu Bu Neneng tergelantung dan ditutupi oleh BH yang tidak muat menampung besarnya susu Bu Neneng dan tanganku makin kurapatkan ke paha dan sekarang sudah di ataspaha mulus Bu Neneng. Dan pada waktu Bu Neneng meneteskan obat, aku terasa pedih dan dengan refleks tanganku terangkat sehingga menyenggol susu Bu Neneng dan rok mini Bu Neneng terangkat ke atas, terlihat paha yang mulus itu.</span><br />
<span class="userContent">"Maaf ya.. Bu, Joko tidak sengaja kok," pintaku sambil menurunkan tanganku ke paha Bu Neneng yang mulus dan putih itu.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. tidak apa-apa kok," sambil meneruskan meneteskan lagi di bagian dadaku yang luka.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Sekarang dia agak ke atas dan membungkukkan dirinya, otomatis susu yang montok itu dekat sekali dengan wajahku itu. Aku tidak tahu ini disengaja atau tidak, tapi buatku disengaja atau tidak tetap saja membuat penisku makin tegang. Lama-lama kok posisi Bu Neneng makin membungkuk dan sampai suatu saat susunya tersentuh dengan mulutku. Wah, terasa kenyal dan empuk, aku tidak diam saja, aku berusaha pelan-pelan menggeser tanganku yang di paha mulus Bu Neneng itu, pelan dan pelan karena aku takut Bu Neneng marah karena ulahku ini. Dengan nafsu yang kutahan, aku gerak-gerakkan tanganku. Waduh.. paha orang ini mulus sekali, batinku sambil merasakan penis yang menegang kepingin lepas dari sangkarnya (CD-ku), dan sampailah aku di pangkal paha Bu Neneng itu dan menyentuh CD Bu Neneng yang kelihatan memakai CD warna hijau kembang dan kepalaku bergerak ke kanan dan ke kiri untuk menggesek susu Bu Neneng (pelan-pelan), dan sesekali kujilat halus susu montok itu, waktu itu Bu Neneng diam saja dan terus mengobati dadaku yang luka tapi nafas Bu Neneng tidak bisa disembunyikan, sering dia menarik nafas panjang untuk menahan nafsunya.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">"Sudah nihh.. Semua luka kamu di dada sudah diobati, sekarang mana lagi yang terluka?" sambil melihatku dan membiarkan tanganku di pahanya yang mulus itu."Itu Bu.. di paha atas," jawabku sambil menunjukkan tempat yang luka."Wow.. Ya ini harus dibuka Dik Joko, kalau tidak dibuka dimana ibu bisa mengobati apalagi kamu pakai jeans yang ketat.. ya sudah dicopot aja!" jawab Bu Neneng sambil melihat dengan dekat luka dari luar celanaku dan sesekali lihat penisku yang sudah tegang dari tadi.</span><br />
<span class="userContent">"Bu.. bisa bantuin copot celanaku, aku tidak bisa copot sendiri Bu, kan tanganku luka," alasanku agar Bu Neneng bisa lihat penisku dari dekat.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Tiba-tiba Sri datang dengan membawa air putih.</span><br />
<span class="userContent">"Bu ini airnya.."</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. sudah sekarang kamu keluar, e.. jangan lupa tutup pintunya, ibu mau obati Mas Joko dulu!"</span><br />
<span class="userContent">Wah ini kesempatanku untuk melampiaskan sex-ku. Setelah itu Bu Neneng mulai membuka resleting celanaku dan membuka bagian atas dan aku mengangkat sedikit pinggulku supaya Bu Neneng mudah melepas celanaku. Saat membuka celanaku, posisi Bu Neneng membungkuk sehingga mulutnya dekat dengan penisku yang tegang, dan aku sengaja mengangkat pinggul yang lebih tinggi dan tersembullah penisku dan mulut Bu Neneng.. "Sorry Bu.. tak sengaja," mulai saat itu penisku mulai tegang sekali karena cara Bu Neneng membuka celanaku sangat merangsang penisku.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Sambil sedikit menungging dan menggerakkan sedikit pantat yang besar itu, Bu Neneng melepas celana jeans-ku (apa ini usaha Bu Neneng untuk merangsang nafsuku), dan akhirnya aku sekarang tinggal pakai CD. Dan mulailah Bu Neneng mengobati paha atasku dengan posisi nungging membelakangiku dan sedikit siku tangannya menyentuh penis yang sudah tegang. Sesekali BuNeneng melihat penisku dan menggesek-gesekkan sikunya di penisku itu. Dengan melihat gelagat Bu Neneng ini yang memberi peluang padaku, aku tidak diam aja. Dengan melihat pantat yang besar menghadap kepadaku, tanganku mulai sedikit meremas-remas dan mengelus betis lalu menuju ke atas paha yang mulus dan akhirnya aku sampai ke paling atas (pantat mulus Bu Neneng) dan aku nekat mengangkat rok mini Bu Neneng ke atas sehingga sekarang terlihat pantat Bu Neneng yang mulusitu dengan ditutupi CD yang menyelepit di belahan pantat.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Aku mulai mengelus-elus, dan sesekali menarik CD Bu Neneng dan ternyata sudah basah dari tadi.Lalu aku memainkan jariku di permukaan vagina yang tertutup CD itu, Bu Neneng mungkin sudah tahu gelagatku itu sehingga dia merenggangkan kedua pahanya, jadi sekarang terlihat jelas CD Bu Neneng yang basah. Sekarang aku memberanikan diri untuk melihat secara langsung vagina Bu Neneng yang kelihatan sudah tidak sabar untuk dimasuki rudalku yang sudah tegak berdiri. Akumulai menggeser CD Bu Neneng ke kiri dan kelihatan dengan jelas vagina Bu Neneng yang sudah memerah itu. Lalu aku perlahan-lahan menggesek-gesekkan jariku di permukaan vagina Bu Neneng dan dengan reaksi itu nafas Bu Neneng mulai tak beraturan, "Eeehh.. ahh.. ohh hemm.." dan sekarang aku memasukkan jari tengahku ke lubang kenikmatan Bu Neneng dengan pasti dan kukocok dan terus kukocok dengan pelan-pelan dan lama-lama semakin cepat dan.. "Ah.. oh yes te.. rus.. please.. ah.. ohe.. lebih dalam.. Jook.. " Bu Neneng mulai membuang obat merah itu dan sekarang tidak mengobati lukaku lagi malah sekarang dia sudah mulai mengocok dan meremas dengan kuat penisku.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Aku kurang puas dengan posisi ini, aku mulai mengangkat salah satu kaki Bu Neneng ke sampingku dan sekarang posisi 69 yang kudapat, dan vagina Bu Neneng tepat di depan mulutku. Aku mulai menjilat klitorisnya, dan kusedot kecil dan kupermainkan pinggir vagina Bu Neneng dengan lidahku yang indah itu. "Oh.. ya.. enak sekali hisapanmu Jok.. Oh aughh ahh yes.. terus!" dan aku mulai memasukkan lidahku ke dalam lubang yang basah itu dan terasa asin tapi gurih.</span><br />
<span class="userContent">"Oh.. ah.. terus.. kontol kamu tegang sekali Joko.."</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. Bu jilat.. jilat dong..!"</span><br />
<span class="userContent">Tanpa banyak kata Bu Neneng terus melumat habis penisku.</span><br />
<span class="userContent">"Oh.. ya.. ya.. terus yang keras lagi..!"</span><br />
<span class="userContent">Bu Neneng memang lihai dalam hal oral, tidak satu bagian pun dari penisku yang terlewatkan dari lidah birahi Bu Neneng. Telur penisku terlahap juga dengan mulut binalnya. Bu Neneng tidak puas sampai di situ, sekarang dia mengangkat pantatku lebih tunggi dan kelihatan jelas lubang anusku dan sekarang mempermainkan lidahnya di lubang anusku. Oh, terasa geli bercampur nikmat sampai ujung rambut, pada waktu itu juga Bu Neneng tidak kuat menahan nikmat yang dia rasakan, dan aku tahu kalau Bu Neneng mau orgasme yang pertama kalinya, aku mempercepat gerakan lidahku diklitorisnya, dan mempercepat kocokkan jariku di vaginanya dan akhirnya.. "Jo.. ah ye.. yea.. aku tidak tahan Jok.. a.. ku.. ke.. luaar.." dan "Serr.. serr.." terasa semprotan kuat dari vagina Bu Neneng kena jariku.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Cairan putih kental yang keluar dari vagina Bu Neneng kusedot habis sampai bersih cairan kenikmatan Bu Neneng tersebut. Dia sekarang tergeletak lemas di sampingku.</span><br />
<span class="userContent">"Bu Neneng masih kuat? Apa cukup saja Bu?" tanyaku disamping memelintir puting susunya yangkuharapkan sex Bu Neneng kembali lagi dan terangsang.</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. kamu jantan sekali Jok! Aku tidak nyangka kamu kuat sekali, kamu belum keluar?" tanya Bu Neneng sambil mengocok halus kemaluanku yang masih tegang itu.</span><br />
<span class="userContent">"Belum Bu! mau lagi atau.."</span><br />
<span class="userContent">Belum aku berhenti ngomong Bu Neneng mulai memasukkan penisku ke mulutnya dan dijilat, disedot dan dikocok, sedangkan aku di pinggir tempat tidur dan Bu Neneng di atas tempat tidur denganposisi nungging, dan aku tetap meremas-remas dan sesekali kupelintir-pelintir puting Bu Neneng itu.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">"Aah.. terus Bu..! lebih dalam Bu..! yes hemm Aah.. sesstt aahh.."</span><br />
<span class="userContent">"Jok.. masukin aja ya.. aku pingin ngerasain penis kamu ini,"</span><br />
<span class="userContent">Lalu aku memutarkan tubuh Bu Neneng dengan posisi nungging dan aku mulai mengarahkan penisku ke lubang Bu Neneng tapi aku tidak langsung memasukkan penisku, kugesek-gesek dulu ke permukaan vagina Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. ya.. masukkan Jok.. cepet aku tidak tahan nih.. oh.. ce.. pet!"</span><br />
<span class="userContent">Aku langsung memasukkan ke lubang Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent">"Bless.. slepp.."</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. ye.." erang Bu Neneng menerima serangan batang kemaluanku.Aku mulai memajukan dan memundurkan penisku dengan pelan tapi pasti dan sekarang aku tambah frekuensi kecepatan kocokanku.</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. ya.. penis kamu.. hebat Jok.. keras, te.. rus.. oh.. sst.. ah.."</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Aku semakin terangsang dengan erangan Bu Neneng yang menggeliat-liat seperti cacing kebakar. Aku angkat kaki kanannya untuk mempermudah jelajah penisku untuk sampai ke rahimnya dan makin mempercepat kocokanku.</span><br />
<span class="userContent">"Oh ya.. aughh.. sstt teruss.. jangan ber.. henti.. ah.. ke.. rass.. Joko.. hebat.."</span><br />
<span class="userContent">Dan akhirnya,</span><br />
<span class="userContent">"Jok.. lebih cepet..! aku mau ke.. luar.. aku.. tidak.. oh.. ye.. tahan.. la.. gi.. ah.. oh shh.."</span><br />
<span class="userContent">Dan akhirnya dia menyemprotkan cairan kenikmatannya, "Serr.. serr.." terasa ujung penisku disemprot dengan cairan hangat yang kental. Sekarang Bu Neneng tergulai lemas di hadapanku. Aku memperhatikan tubuh Bu Neneng yang montok dengan susu yang besar, dengan telanjang bulat tanpa sehelai benang pun.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Aku tetap mengocok sendiri penisku biar tetap tegang, dan aku mulai tidak kuat, mungkin ini waktunya aku untuk mengakhiri permainan sex-ku.</span><br />
<span class="userContent">"Bu.. permisi, aku mau mengakhiri tugasku ini.."</span><br />
<span class="userContent">Dengan mengangkat tubuh Bu Neneng ke pinggir tempat tidur, dan membuka lebar-lebar paha Bu Neneng sehingga terpampang vagina Bu Neneng yang masih basah dengan cairan kenikmatannya, aku mulai memasukkan penis dan mengocoknya.</span><br />
<span class="userContent">"Ah.. kau nakal ya.. Jok.. aughh hemm.. terus Jok.."</span><br />
<span class="userContent">Aku dengan semangat "45" kukocok habis vagina Bu Neneng dengan menggesek-gesek klitorisnya dengan jari jempolku untuk mempercepat dia untuk orgasme ketiga kalinya, dan..</span><br />
<span class="userContent">"Bu.. aku mau ke.. luar.. ah.. ye.. di.. mana.. ini.. dalam atau di luar.. oh ye!" sambil mempercepat kocokan jari dan penisku.</span><br />
<span class="userContent">"Ya.. aku juga Joko.. uh.. uh.. hemm.. sstt.. kita.. barengan di dalam.. oh ye.."</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">Bu Neneng tidak kuat lagi ngomong kecuali merem-melek tahan nafsu, dan akhirnya aku keluar di dalam vagina Bu Neneng, "Crott.. crott.." sampai lima kali semprotan dan dibarengi dengan erangan dan getaran tubuh Bu Neneng, "Oh.. yak.. yes.. hemm.." Lalu kucabut penisku dan kupukul-pukulkan di permukaan vagina Bu Neneng dengan reaksi Bu Neneng mengangkat tubuhnya akibat vaginanya kupukul dengan penisku.</span><br />
<span class="userContent">"Bu Neneng hebat sekali deh, makasih ya Bu.."</span><br />
<span class="userContent">"Kamu juga hebat banget Joko.. Ibu sampai kualahan menghadapi kontol kamu yang tegap ini. Wah.. kontol kamu ini harus dibersihkan dulu ya.."</span><br />
<span class="userContent">Dia langsung mengarahkan penisku ke mulutnya dan dilahap langsung dan dikocok-kocok habis.</span><br />
<span class="userContent">"Wow.. oh.. ye.. teruus.. yess.. sseesstt ahh ya.."</span><br />
<span class="userContent">Ini membuatku tegang lagi, dan Bu Neneng tak henti-hentinya mengocok dan mengulum penisku yang tegang sekali.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">"Bu.. stop.. augghh he.. stoop aku.. tak.. tahan.."</span><br />
<span class="userContent">Dan..</span><br />
<span class="userContent">"Croot.. croott.."</span><br />
<span class="userContent">Kukeluarkan spermaku untuk kedua kalinya di wajah Bu Neneng, dan aku tergeletak lemas di atas susu Bu Neneng.</span><br />
<span class="userContent">"Nah.. sekarang kan Bu Neneng tidak kalah banget toh.. ya.. dua-tiga lah..!"</span><br />
<span class="userContent">"Makasih ya.. Jok.. kamu hebat dalam permainan sex, kapan-kapan kita lagi ya.. sudah kamu tidur dulu deh!"</span><br />
<span class="userContent">Lalu aku tertidur sampai malam, dan sebelum aku pulang ke kost-ku, sempat Bu Neneng minta untuk oral sekali lagi.</span><br />
<span class="userContent"><br /></span>
<span class="userContent">TAMAT</span></div>
<span class="userContent">
</span></div>
</div>
</div>
<div class="photoUnit clearfix" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 10.909090995788574px; line-height: 12.727272033691406px; margin: 0px -15px; overflow: hidden; position: relative; zoom: 1;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFFQVcLLzs7o8ZDMv_ntZRARFLHUo61sgez_9zqLjWj9MGSu7uQPtYB9bbQxkPpZkRZmiR1-DMaA-KiEIF_cpSU3raz6oNsaRpUXgguU74KvN_09G6gY_zt7qNSJQtPU6tyMpSz3Oy4NI/s1600/images+%25287%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFFQVcLLzs7o8ZDMv_ntZRARFLHUo61sgez_9zqLjWj9MGSu7uQPtYB9bbQxkPpZkRZmiR1-DMaA-KiEIF_cpSU3raz6oNsaRpUXgguU74KvN_09G6gY_zt7qNSJQtPU6tyMpSz3Oy4NI/s1600/images+%25287%2529.jpg" /></a></div>
<div class="uiScaledThumb photo photoWidth1" data-cropped="1" style="float: left; overflow: hidden;">
<a ajaxify="https://www.facebook.com/photo.php?fbid=279839632123137&set=a.279190805521353.61938.251236174983483&type=1&relevant_count=1&src=https%3A%2F%2Ffbcdn-sphotos-f-a.akamaihd.net%2Fhphotos-ak-snc6%2F178375_279839632123137_1561131196_o.jpg&smallsrc=https%3A%2F%2Ffbcdn-sphotos-f-a.akamaihd.net%2Fhphotos-ak-ash3%2F553756_279839632123137_1561131196_n.jpg&size=793%2C1149&theater" href="https://www.facebook.com/photo.php?fbid=279839632123137&set=a.279190805521353.61938.251236174983483&type=1&relevant_count=1" rel="theater" style="color: #3b5998; cursor: pointer; text-decoration: none;"><br class="Apple-interchange-newline" /></a></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-46284299354806674272012-09-11T04:08:00.002-07:002012-09-11T05:35:55.936-07:00Nikmatnya Tubuh Pembantuku...!!<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZfWHstTdtLHPQoTZTudzEycjFiZRvKT-WMcEssz-h2vv2Dxv2FdQEuYcA-8OVHnYGPc1T3jLb7HPQFzRQcerr9oUHqETtI9DDxAGJIt-56GwCIzX9UqRMqGhiXD6qgJckQ7M3FeKmkW4/s1600/images+(6).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZfWHstTdtLHPQoTZTudzEycjFiZRvKT-WMcEssz-h2vv2Dxv2FdQEuYcA-8OVHnYGPc1T3jLb7HPQFzRQcerr9oUHqETtI9DDxAGJIt-56GwCIzX9UqRMqGhiXD6qgJckQ7M3FeKmkW4/s1600/images+(6).jpg" /></a><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Nikmatnya Tubuh Pembantuku...!!</span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Kamis sore. Ari duduk di balkon kamarnya. Inem, pembantu yang lugu, cantik dan bahenol, mengepel lantai balkon. Ari teringat kejadian kemarin dengan Mita yang pulang tadi pagi. Tengah merenung, mata Ari tiba-tiba tertumbuk ke payudara Inem! Kancing atas baju Inem terlepas dua, sehingga payudaranya terlihat jelas. Ternyata tidak menggunakan BH. Inem menyadari Ari menatapnya jalang. Pipinya memerah, menambah ayu wajah desanya. Ketika Inem menyad</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
ari kancing baju bagian atas lepas, segera dibenarkan, dan merah di mukanya makin menjadi. Inem cepat-cepat berbenah dan keluar dari kamar Ari. Inem tampak menggiurkan dari belakang dengan kain yang melilit tubuhnya. Inem sekarang menjanda, korban perkawinan usia muda. Paling tua mungkin 18 tahun sekarang. Ari sendiri berumur 19 tahun.<br />
<br />
Tak lama kemudian, Ari merasa birahinya muncul akibat Inem. Dipanggilnya Inem lewat intercom.<br />
"Neem! Inem, cepet!".<br />
"Nggih, Den Bagus", Inem tergopoh-gopoh menjawab.<br />
"Pijetke aku, Inem, aku pegel!", keluar bulusnya Ari.<br />
"Nggih, Den Bagus", Inem segera menuju kamar Ari.<br />
<br />
Ketika Inem masuk, Ari ternyata sudah menanggalkan pakaiannya, dan bersembunyi di balik pintu. Inem masuk, tidak melihat Ari.<br />
"Den, kulo sampun siap mijet", kata Inem.<br />
"Aku dibelakangmu, Inem", Ari mengagetkan Inem yang terperangah melihat Ari telanjang.<br />
"Den, mboten Den, ampun, Den!", Inem ketakutan. Ari tidak menjawab, hanya maju mendekati Inem. Inem mundur seiring Ari maju, hingga tersandung dan jatuh ke ranjang.<br />
"Kulo njerit, lho, Den!", Inem mengancam.<br />
"Teriak aja", tantang Ari, karena kamarnya kedap suara.<br />
<br />
Ari menyusul Inem, menciumnya, dan membuka kemeja Inem. Saking ketakutan, Inem tidak berontak. Setelah kemeja Inem terlepas, Ari ganti menciumi dan mengulum payudara serta puting Inem. Payudara Inem ternyata lebih besar, lebih indah daripada cewek-cewek yang lain, dan lebih kenyal. Ari merobek kain Inem, dan ternyata bulu vagina Inem lebat sekali.<br />
<br />
Jari Ari masuk ke dalam vagina Inem, meraba-raba, memberi rangsangan. "Nggh! Den, sampun, nggh! Den", desah Inem setelah mencapai orgasme pertamanya. Ari tidak peduli. Jarinya keluar, ganti penisnya yang mengeras masuk. Ari mengeluar-masukkan penisnya dengan keras, tapi lembut. Inem merasakan nikmat yang tiada duanya karena clitorisnya terdesak penis Ari.<br />
<br />
Ketakutan Inem telah berubah menjadi kenikmatan. Inem menggoyangkan pinggulnya, mencoba menyedot penis Ari, tetapi Ari tetap saja dapat mengeluar-masukkan penisnya, malah mempercepat tempo. Sementara puting susu Inem dikulum Ari, lalu pindah ke leher Inem, diciuminya dengan penuh gairah. Sontak Inem mengejan, memeluk Ari erat. Tapi.., "Nggh! Nggh!", Inem mencapai orgasme lagi. Inem berusaha melepaskan diri karena capek, tapi tak berhasil. Ari tetap mengeluar-masukkan penisnya dengan lembut.<br />
<br />
Karena Inem kehabisan tenaga, orgasmenya yang ketiga terhitung cepat, hanya sekitar tiga menit dan, "Nggh! Nggh! Ngghh! Den, sampun, kulo mboten kiat!".<br />
Tetap saja Ari yang maniak seksini menggoyang pinggul dan mengeluar-masukkan penisnya.<br />
"Den, stop, Den!", jerit Inem.<br />
"Inem, sebentar", Ari merasa maninya akan keluar, dan dipercepat temponya. Ari memeluk Inem erat, begitu juga dengan Inem. Dan, "Awggh! Ngghh! Den, stop!" Inem mencapai klimaksnya terlebih dahulu.<br />
"Ngghh!", akhirnya Ari tidak dapat membendung lagi. Ari segera bangun, mengambil sejumlah uang bernilai satu setengah bulan gaji. Diberikannya pada Inem.<br />
"Matur nuwun sanget, Den Bagus!", Inem girang. Bayangkan, satu setengah bulan gaji!<br />
<br />
Seminggu kemudian ketika Ari sedang berenang di kolam renang pribadinya, ketika birahinya muncul. Ari segera teringat Inem. Rumah sedang sepi. Tinggal Ari, Inem, dan Inah, Adik Inem.<br />
"Neem! Gawe'ke (bikinin) sirup!", Ari berteriak memanggil.<br />
"Nggih Den!" Inem menyahut.<br />
<br />
Tak berapa lama kemudian Inem datang membawa segelas sirup. Ketika Inem mendekat, Ari mengamati tubuh Inem. Masih seperti minggu lalu. Ari menunggu Inem menaruh gelas. Setelah Inem berbalik, Ari langsung menerkam Inem. Inem memberontak.<br />
"Den, mboten, Den", Inem mengiba seperti waktu itu. Ari tidak mempedulikannya, malah menceburkan dirinya dan Inem ke kolam renang bagian dangkal. Tubuh Inem yang terbungkus daster, segera terlihat bagian dalamnya. Inem tidak memakai bra. Payudaranya yang indah semakin mengkal dan berwarna merah muda. Rambutnya terurai, membuat dia semakin seksi, dan menambah gairah Ari.<br />
<br />
Ari segera melepas dasternya, merobek celana dalamnya. Bibir dan leher Inem dikulum Ari. Payudaranya menegang. Ibaan Inem berganti ke desah kenikmatan. Jari Ari masuk ke vagina Inem, dan memainkannya di dalam vagina Inem. Tubuh Inem bergetar, menahan agar cairannya tidak keluar. Tapi, apa daya, tubuhnya menggelinjang hebat, seiring keluarnya cairan. Ari segera mengeluarkan jari, dan penisnya menggantikan jarinya.<br />
<br />
Ari bermain gentle, mengeluar-masukkan penisnya dengan lembut diiringi erangan Inem. Inem mencoba mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulnya. Ari membalas dengan mempercepat tempo, dan mengulum puting Inem, disertai gigitan-gigitan kecil.<br />
"Den, kulo mboten kiat (kuat), Den!", iba Inem. Tubuh Inem bergetar akibat orgasme yang kedua kali. Ari meningkatkan serangan, dengan meremas pantat, dan menjilati leher Inem yang jenjang.<br />
"Ngghh!", Inem mengerang, mengeluarkan cairannya untuk ketiga kalinya. Inem memberontak dan berhasil lepas. Lari. Tapi karena berat badannya ditahan air, Ari langsung menerkam, dan memaksa Inem bersimpuh. Langsung Ari memasukkan penisnya dari balakang dengan posisi doggie style, disertai remasan pada payudara, dan jilatan pada tengkuk Inem. Inem hanya bisa mengerang nikmat.<br />
"Nggh!", untuk ketiga kalinya Inem menyerah kalah, lalu Ari menukar posisi Inem. Ari di bawah, Inem di atas. Ari membimbing Inem bergerak kedepan dan ke belakang. Ari mempercepat gerakan dan, "Ngghh!", Inem menyeInah untuk kesekian kalinya dengan getaran yang hebat.<br />
<br />
"Den, kulo mboten kiat, Den!", Inem benar-benar mengiba. Melihat Inem tidak berdaya, Ari yang belum puas segera memanggil Inah, Adik Inem yang berumur 16 tahun, tapi manis, seksi, menggairahkan, dan sepertinya, masih perawan!, Hmm, Yummy!! Ari berteriak memanggil Inah..", Inah.. sini!"..<br />
"Sekedap (sebentar), Den!", Inah tergopoh-gopoh lari ke kolam renang. Rupanya Inah belum tahu apa yang terjadi.<br />
<br />
Sampai di pinggir kolam renang, Inah hanya melihat kakaknya telanjang bulat, tergeletak pasrah di kolam renang yang dangkal. Tiba-tiba Ari muncul dari dasar, dan melompat ke darat dengan telanjang bulat. Inah terperangah, terpaku di tempat. Ari segera melepas kebaya Inah dengan hanya sekali rengutan. Payudaranya turun naik, mengikuti gaya yang yang di praktekkan Ari.<br />
<br />
Ari mengamati tubuh Inah. Sangat indah. Wajah desa yang ayu, makin manis bila terperangah. Rambutnya yang sepinggang, menambah seksi. Belum lagi tubuhnya. Halus dan indah seperti pahatan pematung terkenal. Lehernya yang jenjang, payudaranya yang penuh, perut kecil, tubuh padat dan indah, ditambah dengan pinggul yang besar. Ari merengut jarik Inah. Terlihatlah kakinya yang indah, paha mulus, dan bulu vagina yang lebat. Ari menciumi leher Inah, payudaranya, mengulum putingnya, dan meremas pantat Inah. "Den, mboten, Den", iba Inah, seperti ibaan kakaknya.<br />
<br />
Terlambat, jari Ari memasuki vaginanya. Ternyata masih perawan. Tiba-tiba Inah diceburkan Ari ke kolam. Inah megap-megap. Rambutnya yang basah, menambah besar birahi Ari. Ari menyeburkan diri, mendekai Inah. Inah merapat ke dinding, berpegangan pada lis di tepi kolam. Ari menciumi bibir Inah dengan penuh nafsu, kemudian mengulumnya, seperti hendak dilumatnya. Inah yang belum pernah ciuman, kaget, tapi menikmatinya. Kemudian dengan perlahan Ari memasukkan penisnya yang mengeras ke vagina Inah yang perawan.<br />
"Aggh!", erang Inah, meraskan sakit sekaligus nikmat, karena penis Ari besar dan panjang. Darah keluar, bercampur dengan air, lalu hanyut. Ari bermain gentle, tapi Inah tidak bisa mengimbangi. Dengan berpegang kuat-kuat pada lis, Inah mengejan.<br />
"Nggh!! Den, nikmat, Den", desah Inah. Ari mulai lagi. Inah memeluk Ari. Ari menjilati leher, menciumi bibir, payudara, mengulum bibir dan puting. Inah mencoba menggoyang. Ari tidak mau kalah. Dipercepat gerakannya dan, "Nggh! Den, sampun (sudah), Den!", Inah mengiba.<br />
<br />
Ari tidak peduli. Tubuh Inah diputar hingga membelakangi Ari. Kemudian dimasukkan penisnya, dan mendorong tubuh Inah ke bawah dan ke atas, sembari meraba tubuh Inah yang nyaris sempurna, meremas payudaranya, dan menjilati lehernya. Inah nampaknya menikmati permainan ini. Tapi.., "Nggh!". Inah mencapai klimaks yang ketiga. Ari menggendong Inah ke bagian dangkal lalu membaringkan di sebelah Inem yang sedang kelelahan. Ari mengambil posisi atas, dan bermain kasar terhadap Inah. Dalam posisi ini, Inah kalah sampai tiga kali.<br />
<br />
Ari sekarang di bawah, membantu Inah. Tak lama kemudian, Inah memeluk Ari erat-erat karena sedang menahan cairannya agar tak keluar. Ari juga memeluk Inah, karena merasa air maninya akan keluar dan.., "Awggh!, Nggh!". Ari dan Inah mencapai orgasme pada waktu yang bersamaan, dan cairan mani membanjiri vagina Inah.<br />
<br />
Tapi Ari belum puas, dan menyergap Inem. Inem tidak berdaya. Ari bermain kasar dan.., "Nggh!, Awggh!", Cairan hangat dan kental dari Ari dan Inem membanjiri vagina Inem. Ari berdiri, lalu mengambil uang sejumlah empat bulan gaji untuk mereka berdua. Inem dan Inah berterima kasih karena mendapatkan uang sebesar dua bulan gaji!<br />
<br />
TAMAT</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-46052899348028741132012-09-11T03:59:00.001-07:002012-09-11T04:54:51.567-07:00gairah Astuti<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisD6Z8lTUESbKyx453GFAHPPRWypsu1Sty8jz7qmKVrrp4A_AwcvnMQn9una2M907mzP5tW0kTnEVdwydaFXSyaWF2wFTnMvLraezjEcbPYsS_CTSyOJNogmt0pwEGqvoqludEcDza0Ro/s1600/images+(5).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisD6Z8lTUESbKyx453GFAHPPRWypsu1Sty8jz7qmKVrrp4A_AwcvnMQn9una2M907mzP5tW0kTnEVdwydaFXSyaWF2wFTnMvLraezjEcbPYsS_CTSyOJNogmt0pwEGqvoqludEcDza0Ro/s1600/images+(5).jpg" /></a><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Aku tinggal di Cirebon tapi tempat kerjaku di dekat Indramayu yang berjarak sekitar 45 Km dan kutempuh dengan kendaraan kantor (nyupir sendiri) sekitar 1 jam. Bagi yang tahu daerah ini, pasti akan tahu jalan mana yang kutempuh. Setiap pagi kira-kira jam 06.30 aku sudah meninggalkan rumah melewati route jalan yang sama (cuma satu-satunya yang terdekat) untuk berangkat ke kantor. Pagi hari di daerah ini, seperti biasa terlihat pemandangan anak-anak sekolah entah itu anak SD, SM</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
P ataupun SMU, berjajar di beberapa tempat di sepanjang jalan yang kulalui sambil menunggu angkutan umum yang akan mereka naiki untuk ke sekolah mereka masing-masing. Karena angkutan umum sangat terbatas, biasanya mereka melambai-lambaikan tangannya dan mencoba menyetop kendaraan yang lewat untuk mendapatkan tumpangan. Kadang-kadang ada juga kendaraan truk ataupun pick-up yang berhenti dan berbaik hati memberikan tumpangan, sedangkan kendaraan lainnya jarang mau berhenti, karena yang melambai-lambaikan tangannya berkelompok dan berjumlah puluhan.<br />
<br />
Suatu hari Senin di bulan Oktober 98, aku keluar dari rumah agak terlambat yaitu jam 06.45 pagi. Kuperhatikan anak-anak sekolah yang biasanya ramai di sepanjang jalan itu mulai agak sepi, mungkin mereka sudah mendapatkan kendaraan ke sekolahnya masing-masing. Saat perjalananku mencapai ujung desa Bedulan (tempat ini pasti dikenal oleh semua orang karena sering terjadi tawuran antar desa sampai saat ini), kulihat ada seorang anak sekolah perempuan yang melambai-lambaikan tangannya.<br />
Setelah kulihat di belakangku tidak ada kendaraan lain, aku mengambil kesimpulan kalau anak sekolah itu berusaha mendapatkan tumpangan dariku dan karena dia seorang diri di sekitar situ maka segera kuhentikan kendaraanku serta kubuka kacanya sambil kutanyakan, "Mau ke mana dik?". Kulihat anak sekolah itu agak cemas dan segera menjawab pertanyaanku, "Pak boleh saya ikut sampai di SMA-------- (edited by Yuri)", dari tadi kendaraan umum penuh terus dan saya takut terlambat?, dengan wajah yang penuh harap. "Yaa..., OK lah.., naik cepat", kataku. "Terima kasih paak", katanya sambil membuka pintu mobilku.<br />
<br />
Jarak dari sini sampai di sekolahnya kira-kira 10 Km dan selama perjalanan kuselingi dengan pertanyaan-pertanyaan ringan, sehingga aku tahu kalau dia itu duduk di kelas 3 SMU di------dan bernama War (edited by Yuri). Tinggi badannya kira-kira 155 cm, warna kulitnya bisa dibilang agak hitam bersih dan tidak cantik tapi manis dan menarik untuk dilihat, entah apanya yang menarik, mungkin karena matanya agak sayu.<br />
<br />
Tidak terlalu lama, kendaraanku sudah sampai di daerah-------dan War segera memberikan aba-aba. "Ooom..., sekolah saya ada di depan itu", katanya sambil jarinya menunjuk satu arah di kanan jalan. Kuhentikan kendaraanku di depan sekolahnya dan sambil menyalamiku War mengucapkan terima kasih. Sambil turun dari mobil, War masih sempat bertanya, "Oom..., besok pagi saya boleh ikut lagi.., nggak Oom, lumayan Oom..., bisa naik mobil bagus ke sekolah dan sekalian menghemat ongkos.., boleh yaa.. Oom?". Aku tidak segera menjawab pertanyaan itu, tapi kupandangi wajahnya, lalu kujawab, "Boleh boleh saja War ikut Oom, tapi jangan bergerombol ikutnya yaa".<br />
"Enggak deh Oom, saya cuma sendiri saja kok selama ini".<br />
<br />
Setiap pagi sewaktu aku mencapai desa itu, War sudah ada di pinggir jalan dan melambaikan tangannya untuk menghentikan mobilku. Dalam setiap perjalanan dia makin lama makin banyak bercerita soal keluarganya, kehidupannya di desa, teman-teman sekolahnya dan dia juga sudah punya pacar di sekolahnya. Ketika kutanya apakah pacarnya tidak marah kalau setiap hari naik mobil orang, War bilang tidak apa-apa tapi tanpa ada penjelasan apapun, sepertinya dia enggan menceritakan lebih jauh soal pacarnya. War juga cerita bahwa selama ini dia tidak pernah kemana-mana, kecuali pernah dua kali di ajak pacarnya piknik ke daerah wisata di Kuningan.<br />
<br />
Seminggu kemudian di hari Jum'at, waktu War akan naik di mobilku kulihat wajahnya sedih dan matanya bengkak seperti habis menangis dan War duduk tanpa banyak bicara.<br />
Karena penasaran, kusapa dia, "War, habis nangis yaa..., kenapa..? coba War ceritakan.., siapa tahu Oom bisa membantu". War tetap membisu dan sedikit gelisah. Lama dia diam saja dan aku juga tidak mau mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi kemudian dia berkata, "Oom, saya habis ribut dengan Bapak dan Ibu", lalu dia diam lagi.<br />
"Kalau War percaya pada Oom, tolong coba ceritakan masalahnya apa, siapa tahu Oom bisa membantu", kataku tetapi War saja tetap membisu.<br />
Ketika mobilku sudah mendekati sekolahnya, tiba-tiba War berkata, "Oom..., boleh nggak War minta waktu sedikit buat bicara di sini, mumpung masih belum sampai di sekolah". Mendengar permintaannya itu, segera saja kuhentikan mobilku di pinggir jalan dan kira-kira jaraknya masih 2 Km dari sekolahnya.<br />
<br />
"Ada apa War...?", Kataku. War tetap diam dan sepertinya ada keraguan untuk memulai berbicara.<br />
"Ayoo..., lah War (sebenarnya pengarang penuliskan tiga harus terakhir dari namanya, tapi terpaksa oleh Yuri diganti jadi 3 huruf terdepan), jangan takut atau ragu..., ada apa sebenarnya", tanyaku lagi.<br />
"Begini..., Oom, kata War", lalu dia menceritakan bahwa tadi malam dia minta uang kepada orang tuanya untuk membayar uang sekolahnya yang sudah tiga bulan belum dibayar dan hari ini adalah hari terakhir dia harus membayar, karena kalau tidak dia tidak boleh mengikuti ulangan. Orang tuanya ternyata tidak mempunyai uang sama sekali, padahal uang sekolah yang harus dibayar itu sebesar 80 ribu rupiah. Alasan orang tuanya karena panen padi yang diharapkan telah punah karena hujan yang terus menerus. Dan katanya lagi orang tuanya menyuruh dia berhenti sekolah karena tidak mampu lagi untuk membayar uang sekolah dan mau dikimpoikan dengan tetangganya.<br />
<br />
Aku tetap diam untuk mendengarkan ceritanya sampai selesai dan karena War juga terus diam, lalu kutanya, "Teruskan ceritamu sampai selesai War". Dia tidak segera menjawab tapi yang kulihat airmatanya terlihat menggenang dan sambil mengusap air matanya dia berkata, "Oom, sebetulnya masih banyak yang ingin War ceritakan, tapi saya takut nanti Oom terlambat ke kantornya dan War juga harus ke sekolah, serta lanjutnya lagi..., kalau Oom ada waktu dan tidak keberatan, saya ingin pergi dengan Oom supaya saya bisa menceritakan semua masalah pribadi saya". Setelah diam sejenak, lalu War berkata lagi, "Oom, kalau ada dan tidak keberatan, saya mau pinjam uang Oom 80 ribu untuk membayar uang sekolah dan saya janji akan mengembalikan setelah saya dapat dari orang tua saya".<br />
<br />
Mendengar cerita War walaupun belum seluruhnya, hatiku terasa tersayat dan segera kurogoh dompetku dan kuambilkan uang 200 ribu dan segera kuberikan padanya.<br />
"Lho Oom, kok banyak benar..., saya takut tidak dapat mengembalikannya", katanya sambil menarik tangannya sebelum uang dari tanganku dipegangnya.<br />
"War.., ambillah..., nggak apa-apa kok, sisanya boleh kamu belikan buku-buku atau apa saja..., saya yakin War membutuhkannya", dan segera kupegang tangannya sambil meletakkan uang itu ditangannya dan sambil kukatakan, "War.., ini nggak usah kamu beritahukan kepada siapa-siapa, juga jangan kepada orang tuamu..., dan War nggak perlu mengembalikannya".<br />
<br />
Belum selesai kata-kataku, tiba-tiba saja dari tempat duduknya dia maju dan mencium pipi kiriku sambil berkata, "Terima kasih banyak Oom.., Oom.. sudah banyak menolong saya". Aku jadi sangat terkesiap dan berdebar, bukan karena mendapat ciuman di pipiku, tapi karena tangan kiriku tersentuh buah dadanya yang terasa sangat empuk sehingga tidak terasa penisku menjadi tegang dan sementara War masih mencium pipiku, kugunakan tangan kananku untuk membelai rambutnya dan kucium hidungnya.<br />
"Ayoo..., War..., sudah lama kita di sini, nanti kamu terlambat sekolahnya".<br />
War tidak menjawab tapi kulihat dikedua matanya masih tergenang air matanya. Ketika sudah sampai di depan sekolahnya sambil membuka pintu mobil, War berkata, "Oom.., terima kasih yaa.. Ooom dan kapan Oom ada waktu untuk mendengar cerita War".<br />
"Kalau besok gimana..?, kataku.<br />
"Boleh.., oom", jawabnya cepat.<br />
"Lho..., besok kan masih hari Sabtu dan War kan harus sekolah", jawabku.<br />
"Sekali-kali mbolos kan nggak apa apa Oom..., hari Sabtu kan pelajarannya tidak begitu padat dan kurang penting", kata War.<br />
"Oklah..., kalau begitu..., War, kita ketemu besok pagi ditempat biasa kamu menunggu".<br />
<br />
Dalam perjalanan ke kantor setelah War turun, masalah War terasa mengganggu pikiranku sehingga tidak terasa aku sudah sampai di kantor. Sebelum pulang kantor, aku izin untuk tidak masuk besok Sabtu pada Bossku dengan alasan akan mengurus persoalan keluarga di Kuningan. Demikian juga waktu malamnya kukatakan pada istriku kalau aku harus ke Jakarta untuk urusan kantor dan kalau selesainya telat terpaksa harus menginap dan pulang pada hari Minggu.<br />
<br />
Besok paginya dengan berbekal 1 stel pakaian yang telah disiapkan oleh Istriku, aku berangkat dan sampai di tempat yang biasa, kulihat War tetap memakai baju seragam sekolahnya. Setelah dia naik ke mobil, kembali kulihat matanya tetap seperti habis menangis.<br />
Lalu kutanya, "War..., habis perang lagi yaa?, soal apa lagi?".<br />
"Oom, ceritanya nanti saja deh", katanya agak malas.<br />
"Kita mau kemana Oom?", Tanyanya.<br />
"Lho..., terserah War saja.., Oom sih ikut saja".<br />
"Oom..., saya kepingin ke tempat yang agak sepi dan nggak ada orang lain..., jadi kalau-kalau War nangis, nggak ada yang melihatnya kecuali Oom".<br />
Sambil memutar mobilku kembali ke arah Cirebon, aku berpikir sejenak mau ke tempat mana yang sesuai dengan permintaan War, dan segera teringat kalau di pinggiran kota Cirebon yang ke arah Kuningan ada sebuah lapangan Golf dan Cottage CPN.<br />
Segera saja kukatakan padanya, "War... Tempat yang sesuai dengan keinginanmu itu kayaknya agak susah, tapi..., bagaimana kalau kita ke CPN saja..?".<br />
"Dimana itu Oom dan tempat apaan?",tanya War.<br />
Aku jadi agak susah menjelaskannya, tapi kujawab saja, "Tempatnya sih nggak jauh yaitu sedikit di luar Cirebon dan..., begini saja deh.., War.., kita ke sana dulu dan kalau War kurang setuju dengan tempatnya, kita cari tempat lain lagi".<br />
<br />
<br />
Setelah sampai di tempat dan mendaftar di receptionist serta memesan minuman ringan serta mengambil kunci kamarnya, segera aku kembali ke mobil dan kutanyakan pada War--"gimana War.., kamu mau disini..?, lihat saja tempatnya sepi (maklum saja masih pagi-pagi. Receptionistnya saja seperti terheran-heran, sepertinya berfikir kok ada tamu pagi-pagi sekali dan nomor mobilnya bukan dari luar kota).<br />
<br />
Setelah mobil kuparkir di depan kamar, sebelum turun kutanya dia kembali, "War..., gimana.., mau di sini? atau mau cari tempat lain?". War tidak segera menjawab pertanyaanku, tapi dia ikut turun dari mobil dan mengikutiku ke arah pintu kamar motel. Segera setelah sampai di dalam, dia langsung duduk di tempat tidur sambil memperhatikan seluruh ruangan. Karena kulihat dia tetap diam saja, aku jadi merasa tidak enak dan segera kudekati dia yang masih tetap duduk di pinggiran tempat tidur dan sambil agak berlutut, kucium keningnya beberapa saat dan tiba-tiba saja War memelukku dan terdengar tangisan lirih sambil terisak-isak. Sambil masih memelukku, kuangkat berdiri dari duduknya dan kuelus-elus rambutnya, sambil kucium pipinya serta kukatakan, "War coba tenangkan dirimu dan ceritakan semua masalah mu pada Oom..., siapa tahu Oom bisa membantumu dalam memecahkan masalahmu itu". War masih saja memelukku tapi senggukan tangisnya mulai mereda. Beberapa saat kemudian kubimbing dia ke arah tempat tidur dan perlahan kutelentangkan War di tempat tidur dan kurangkulkan tangan kiriku di bahunya dan kupandangi wajahnya, sambil kukatakan, "War cobalah ceritakan masalahmu itu dan biar Oom bisa mengetahui permasalahanmu itu".<br />
<br />
War tetap diam saja dan memejamkan matanya, tapi tak lama kemudian, sambil menyeka air matanya dia membuka matanya dan memandang ke arahku yang jaraknya antara wajahnya dan wajahku sangat dekat sekali.<br />
"Oom...", katanya seperti akan memulai bercerita, tapi lalu dia diam lagi. "War...", kataku sambil kucium pipinya dan kuusap-usapkan jari tangan kananku di rambutnya, "cerita lah".<br />
<br />
Lalu War mulai bercerita dan dia menceritakan secara panjang lebar soal kehidupan keluarganya yang miskin, dia anak pertama dari 3 bersaudara, tentang pacarnya di sekolah tapi lain kelas yang sudah 2 tahun pacaran dan sekarang sudah meninggalkan dia karena mendapatkan pacar baru di kelasnya dan dia juga menceritakan kalau orang tuanya sudah menjodohkan dengan tetangganya yang sudah punya istri dan anak, tapi kaya dan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah War dan dia harus segera berhenti dari sekolahnya karena akan dikimpoikan pada bulan Maret akan datang. War katanya kepingin sekolah dulu dan belum pingin kimpoi, apalagi kimpoi dengan orang yang sudah punya Istri dan anak. War punya keinginan mau lari dari rumahnya, tapi tidak tahu mau ke mana. War juga menceritakan bahwa sebetulnya dia masih cinta kepada kawan sekolahnya itu, apalagi dia sudah telanjur pernah tidur bersama sewaktu piknik ke Kuningan dulu, walaupun katanya dia tidak yakin kalau punya pacarnya itu sudah masuk ke vaginanya apa belum, karena belum apa-apa sudah keluar katanya.<br />
<br />
"Jadi..., gimana.., Oom.., apa yang harus saya perbuat dengan masalah ini, katanya setelah menyelesaikan ceritanya.<br />
"War", kataku sambil kembali kuelus-elus rambutnya dan kucium pipinya di dekat bibirnya.<br />
"War..., masalahmu kok begitu rumit, terutama persoalan lamaran tetanggamu itu. Begini saja War..., sebaiknya kamu minta kepada orangtuamu untuk menunda perkimpoian itu sampai kamu selesai sekolah. Bilang saja..., kalau ujian SMA-mu hanya tinggal beberapa bulan lagi".<br />
"Katakan lagi..., sayang kalau biaya yang telah dikeluarkan selama hampir tiga tahun di SMA harus hilang percuma tanpa mendapatkan Ijasah. War..., sewaktu kamu mengatakan ini semua, jangan pakai emosi, katakan dengan lemah lembut, mudah-mudahan saja orang tuamu mau mengerti dan mengundurkan perjodohanmu dengan tetanggamu itu".<br />
"Kalau orang tuamu setuju, jadi kamu bisa konsentrasi untuk menyelesaikan sekolahmu dan yang lainnya bisa dipikirkan kemudian".<br />
Setelah selesai memberikan saran ini, lalu kembali kucium pipinya seraya kutanya..., "War..., bagaimana pendapatmu dengan saran Oom ini?".<br />
Seraya saja War bangkit dari tidurnya dan memelukku erat-erat sambil menciumi pipiku dan berkata, "Ooom..., terima kasih.., atas saran Oom ini..., belum terpikir oleh saya sebelumnya hal ini..., Oom sangat baik terhadap War entah bagaimana caranya saya membalas kebaikan Oom", dan terasa air matanya menetes di pipiku.<br />
<br />
Setelah diam sesaat, kembali kurebahkan badan War telentang dan kulihat dari matanya yang tertutup itu sisa air matanya dan segera kucium kedua matanya dan sedikit demi sedikit cimmanku kuturunkan ke hidungnya dan terus turun ke pipi kirinya, setelah itu kugeser ciumanku mendekati bibirnya. Karena War masih tetap diam dan tidak menolak, keberanianku semakin bertambah dan secara perlahan-lahan kugeser ciumanku ke arah bibirnya, dan tiba-tiba saja War menerkam dan memelukku serta mencari bibirku dengan matanya yang masih tertutup. Aku berciuman cukup lama dan sesekali lidahku kujulurkan ke dalam mulutnya dan War mengisapnya. Sambil tetap berciuman, kurebahkan badannya lagi dan tangan kananku segera kuletakkan tepat di atas buah dadanya yang terasa sangat kenyal dan sedikit kuremas. Karena tidak ada reaksi yang berlebihan serta War bukan saja mencium bibirku tapi seluruh wajahku, maka satu persatu kancing baju SMU-nya berhasil kulepas dan ketika kusingkap bajunya, tersembul dua bukit yang halus tertutup BH putih tipis dan ukurannya tidak terlalu besar.<br />
<br />
Ketika kucoba membuka baju sekolahnya dari tangan kanannya, War kelihatannya tetap diam dan malah membantu dengan membengkokkan tangannya. Setelah berhasil melepas baju dari tangan kanannya, segera kucari kaitan BH-nya di belakang dan dengan mudah kutemukan serta kulepaskan kaitannya, sementara itu kami masih tetap berciuman, kadang dibibir dan sesekali di seluruh wajah bergantian. BH-nya pun dengan mudah kulepas dari tangan kanannya dan ketika kusingkap BH-nya, tersembul buah dada War yang ukurannya tidak terlalu besar tapi menantang dan dengan puting susunya berwarna kecoklatan.<br />
<br />
Dan dengan tidak sabar dan sambil meremas pelan payudara kanannya, kuturunkan wajahku menyelusuri leher dan terus ke bawah dan sesampainya di payudaranya, kujilati payudara War yang menantang itu dan sesekali kuhisap puting susunya, sementara War meremas-remas rambutku seraya terdengar suara lirih, "aahh..., aahh..., ooomm..., ssshh..., aahh". Aku paling tidak tahan kalau mendengar suara lirih seperti ini, serta merta penisku semakin tegang dan kugunakan kesempatan ini sambil tetap menjilati dan menghisap payudara War, kugunakan tangan kananku untuk menelusuri bagian bawah badan War<br />
<br />
Ketika sampai di celana dalamnya serta kuelus-elus vaginanya, terasa sekali ada bagian CD yang basah. Sambil masih tetap menjilati payudara War, kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping CD-nya untuk mencari bibir vaginanya dan ketika dapat dan kuelus, badan War terasa menggelinjang dan membukakan kakinya serta kembali terdengar, "aahh..., ssshh..., ssshh..., aahh". Aku jadi semakin penasaran saja mendengar suara War mengerang lirih seperti itu. Segera kulepas tanganku yang ada di vaginanya dan sekarang kugunakan untuk mencari kancing atau apapun yang ada di Rok sekolahnya untuk segera kulepas. Untung saja rok sekolah yang dipakai adalah rok standard yaitu ada kaitan sekaligus ritsluiting, sehingga dengan mudah kutemukan dan kubuka kaitan dan ritsluitingnya, sehingga roknya menjadi longgar di badan War.<br />
<br />
Lalu perlahan-lahan kuturunkan badanku serta ciumanku menelusuri perut War seraya tanganku berusaha menurunkan roknya. Roknya yang sudah longgar itu dengan mudah kuturunkan ke arah kakinya dan kuperhatikan War mengenakan CD warna merah muda dan kulihat juga vaginanya yang menggunung di dalam CD-nya.<br />
<br />
Badan War menggelinjang saat ciumanku menelusuri perut dan pada saat ciumanku mencapai CD di atas gunungan vaginanya, gelinjang badan War semakin keras dan pantatnya seakan diangkat serta tetap kudengar suaranya yang lirih sambil meremas-remas rambutku agak keras serta sesekali memanggil, "ssshh..., aahh..., ssshht..., ooom..., aahh". Sambil kujilati lipatan pahanya, kuturunkan CD-nya perlahan-lahan dan setelah setengahnya terbuka, kuperhatikan vagina War masih belum banyak ditumbuhi bulu sehingga terlihat jelas belahan vaginanya dan basah.<br />
<br />
Setelah berhasil melepas CD-nya dari kedua kaki War yang masih menjulur di lantai, kuposisikan badanku diantara kedua paha War sambil merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan-pelan kujulurkan lidahku dan kujilati belahan vaginanya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Bersamaan dengan jilatanku itu, tiba-tiba War bangun dari tidurnya dan berkata, "Jaa..., ngaan..., Ooom", sambil mencoba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya.<br />
<br />
Karena takut War akan marah, maka dengan terpaksa aku bangkit dan kupeluk War serta berusaha menidurkannya lagi sambil kucium bibirnya untuk menenangkan dirinya. War tidak memberikan komentar apa-apa, tapi kami kembali berciuman dan War sepertinya lebih bernafsu dari sebelumnya dan lebih agresif menciumi seluruh wajahku. Sementara itu tanganku kugunakan untuk melepas baju dan BH War yang sebelah dan yang tadi belum sempat kulepas, War sepertinya mendiamkan saja, malah sepertinya membantuku dengan memiringkan badannya agar bajunya mudah kulepas. Sambil tetap berciuman, sekarang aku berusaha untuk melepas baju dan celanaku sendiri.<br />
<br />
Setelah aku berhasil melepas semua pakaianku termasuk CD-ku, lalu dengan harap-harap cemas karena aku takut War akan menolaknya, aku menempatkan diriku yang tadinya selalu di samping kiri atau kanan badan War, sekarang aku naik di atas badan War. Perkiraanku ternyata salah, setelah aku ada di atas badan War, ternyata dia malah memelukkan kedua tangannya di punggungku sambil sesekali menekan-nekan. Dalam posisi begini, terasa penisku agak sakit karena tertindih di antara badanku dan paha War. Karena tidak tahan, segera kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang nikmat, tapi bersamaan dengan kakiku terangkat, kurasakan War malah merenggangkan kedua kakinya agak lebar, tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan, segera saja kutaruh kedua kakiku di bagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu dan sekarang terasa penisku berada di atas vagina War. War masih memelukkan kedua tangannya di punggungku dan meciumi seluruh wajahku.<br />
<br />
Sambil masih tetap kujilat dan ciumi seluruh wajahnya, kuturunkan tanganku ke bawah dan sedikit kumiringkan badanku, perlahan-lahan kuelus vagina War yang menggembung dan setelah beberapa saat lalu kupegang bibir vaginanya dengan jariku dan kurasakan kedua tangan War serasa mencekeram di punggungku dan ketika jari tengahku kugunakan untuk mengelus bagian dalam vaginanya, terasa vagina War sangat basah dan kurasakan badan bawah War bergerak perlahan-lahan sepertinya mengikuti gerakan jari tanganku yang sedang mengelus dan meraba bagian dalam vaginanya dan sesekali kupermainkan clitorisnya dengan jari-jariku sehingga War sering berdesis, "Ssshh..., ssshh..., aahh..., ssshh", sambil kurasakan jari kedua tangannya menusuk punggungku.<br />
<br />
Setelah sekian lama kupernainkan vaginanya dengan jariku, kemudian kulepaskan jariku dari vagina War dan kugunakan tangan kananku untuk memegang penisku serta segera saja penisku kuarahkan ke vagina War sambil kugosok-gosokan ke atas dan ke bawah sepanjang bagian dalam vagina War, serta kembali kudengar desis suaranya, "ssshh..., ssshh..., ooom..., aahh..., ssshh", dan pantatnya diangkat naik turun pelan-pelan. Karena kulihat War sudah sangat terangsang nafsunya, segera saja kuhentikan gerakan tanganku dan kutujukan penisku ke arah bawah bagian vaginanya dan setelah kurasa pas, segera kulepaskan tanganku dan kutekan pelan-pelan penisku k edalam vagina War.<br />
<br />
Kuperhatikan wajah War agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit serta menghentikan gerakan pantatnya serta bersuara pelan tepat di dekat telingaku, "Aduuuhh..., ooomm..., Jangaannn..., sakiiittt..., Asiihh.., takuuut., Oom". Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, segera kuhentikan tusukan penisku dan kuelus-elus dahinya sambil kucium telinganya serta kubisikan, "Tidak..., apa-apa..., sayaang..., Oom..., pelan-pelan saja..., kok", untuk menenangkan ketakutan War. War tidak segera menanggapi kata-kataku dan tetap diam saja dengan tetap masih memelukkan kedua tangannya di punggungku.<br />
<br />
Karena dia diam saja dan memejamkan kedua matanya, segera secara perlahan-lahan, kutusukan kembali penisku ke dalam vaginanya dan terdengar lagi War berkata lirih di dekat telingaku, "Aduuuhh..., sakiiittt..., ooom..., Asihh.., takuuut", padahal kurasakan kalau War mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan-lahan.<br />
<br />
Mendengar kata-katanya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan penisku tapi masih tetap ditempatnya yaitu di lubang vaginanya, dan kembali kuciumi bibir dan wajahnya serta kuelus-elus rambutnya sambil kubisiki, "Takut apa sayang..". War tidak segera menjawab pertanyaanku itu. Sambil menunggu jawabannya, kuteruskan ciumanku di bibirnya dan War mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan lidahku yang kujulurkan ke dalam mulutnya dan kurasakan War mulai memindahkan kedua tangannya dari punggung ke atas pantatku. Aku tetap bersabar menunggu dan tidak terburu-buru untuk menusukkan penisku lagi. Tetap dengan masih menghisap lidahku, kurasakan kedua tangan War sedikit menekan pantatku, entah perintah supaya aku menusukkan penisku ke vaginanya atau hanya perasaanku saja.<br />
<br />
Sementara aku diamkan saja dan dengan masih berciuman, kutunggu reaksi War selanjutnya. Ketika ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat War berusaha mengelak mungkin karena kegelian dan kembali kurasakan kedua tangannya seperti menekan pantatku. Lalu kembali kulumat bibirnya dan perlahan tapi pasti, kembali kutekan penisku ke dalam liang kewanitaannya, tapi War tidak kuberi kesempatan untuk berkata-kata karena mulutnya kusumpal dengan mulutku dan penisku makin kutekankan ke dalam vaginanya serta kulihat mata War menutup rapat-rapat seperti menahan sakit.<br />
<br />
Karena penisku belum juga menembus vaginanya, lalu sedikit kuangkat pantatku dan kembali kutusukkan ke dalam vagina War dan, "Bleeesss", terasa penisku sepertinya sudah menembus vagina War dan, "aahh..., sakiiit..., ooom<br />
<br />
Ketika sampai di celana dalamnya serta kuelus-elus vaginanya, terasa sekali ada bagian CD yang basah. Sambil masih tetap menjilati payudara War, kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping CD-nya untuk mencari bibir vaginanya dan ketika dapat dan kuelus, badan War terasa menggelinjang dan membukakan kakinya serta kembali terdengar, "aahh..., ssshh..., ssshh..., aahh". Aku jadi semakin penasaran saja mendengar suara War mengerang lirih seperti itu. Segera kulepas tanganku yang ada di vaginanya dan sekarang kugunakan untuk mencari kancing atau apapun yang ada di Rok sekolahnya untuk segera kulepas. Untung saja rok sekolah yang dipakai adalah rok standard yaitu ada kaitan sekaligus ritsluiting, sehingga dengan mudah kutemukan dan kubuka kaitan dan ritsluitingnya, sehingga roknya menjadi longgar di badan War.<br />
<br />
Lalu perlahan-lahan kuturunkan badanku serta ciumanku menelusuri perut War seraya tanganku berusaha menurunkan roknya. Roknya yang sudah longgar itu dengan mudah kuturunkan ke arah kakinya dan kuperhatikan War mengenakan CD warna merah muda dan kulihat juga vaginanya yang menggunung di dalam CD-nya.<br />
<br />
Badan War menggelinjang saat ciumanku menelusuri perut dan pada saat ciumanku mencapai CD di atas gunungan vaginanya, gelinjang badan War semakin keras dan pantatnya seakan diangkat serta tetap kudengar suaranya yang lirih sambil meremas-remas rambutku agak keras serta sesekali memanggil, "ssshh..., aahh..., ssshht..., ooom..., aahh". Sambil kujilati lipatan pahanya, kuturunkan CD-nya perlahan-lahan dan setelah setengahnya terbuka, kuperhatikan vagina War masih belum banyak ditumbuhi bulu sehingga terlihat jelas belahan vaginanya dan basah.<br />
<br />
Setelah berhasil melepas CD-nya dari kedua kaki War yang masih menjulur di lantai, kuposisikan badanku diantara kedua paha War sambil merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan-pelan kujulurkan lidahku dan kujilati belahan vaginanya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Bersamaan dengan jilatanku itu, tiba-tiba War bangun dari tidurnya dan berkata, "Jaa..., ngaan..., Ooom", sambil mencoba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya.<br />
<br />
Karena takut War akan marah, maka dengan terpaksa aku bangkit dan kupeluk War serta berusaha menidurkannya lagi sambil kucium bibirnya untuk menenangkan dirinya. War tidak memberikan komentar apa-apa, tapi kami kembali berciuman dan War sepertinya lebih bernafsu dari sebelumnya dan lebih agresif menciumi seluruh wajahku. Sementara itu tanganku kugunakan untuk melepas baju dan BH War yang sebelah dan yang tadi belum sempat kulepas, War sepertinya mendiamkan saja, malah sepertinya membantuku dengan memiringkan badannya agar bajunya mudah kulepas. Sambil tetap berciuman, sekarang aku berusaha untuk melepas baju dan celanaku sendiri.<br />
<br />
Setelah aku berhasil melepas semua pakaianku termasuk CD-ku, lalu dengan harap-harap cemas karena aku takut War akan menolaknya, aku menempatkan diriku yang tadinya selalu di samping kiri atau kanan badan War, sekarang aku naik di atas badan War. Perkiraanku ternyata salah, setelah aku ada di atas badan War, ternyata dia malah memelukkan kedua tangannya di punggungku sambil sesekali menekan-nekan. Dalam posisi begini, terasa penisku agak sakit karena tertindih di antara badanku dan paha War. Karena tidak tahan, segera kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang nikmat, tapi bersamaan dengan kakiku terangkat, kurasakan War malah merenggangkan kedua kakinya agak lebar, tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan, segera saja kutaruh kedua kakiku di bagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu dan sekarang terasa penisku berada di atas vagina War. War masih memelukkan kedua tangannya di punggungku dan meciumi seluruh wajahku.<br />
<br />
Sambil masih tetap kujilat dan ciumi seluruh wajahnya, kuturunkan tanganku ke bawah dan sedikit kumiringkan badanku, perlahan-lahan kuelus vagina War yang menggembung dan setelah beberapa saat lalu kupegang bibir vaginanya dengan jariku dan kurasakan kedua tangan War serasa mencekeram di punggungku dan ketika jari tengahku kugunakan untuk mengelus bagian dalam vaginanya, terasa vagina War sangat basah dan kurasakan badan bawah War bergerak perlahan-lahan sepertinya mengikuti gerakan jari tanganku yang sedang mengelus dan meraba bagian dalam vaginanya dan sesekali kupermainkan clitorisnya dengan jari-jariku sehingga War sering berdesis, "Ssshh..., ssshh..., aahh..., ssshh", sambil kurasakan jari kedua tangannya menusuk punggungku.<br />
<br />
Setelah sekian lama kupernainkan vaginanya dengan jariku, kemudian kulepaskan jariku dari vagina War dan kugunakan tangan kananku untuk memegang penisku serta segera saja penisku kuarahkan ke vagina War sambil kugosok-gosokan ke atas dan ke bawah sepanjang bagian dalam vagina War, serta kembali kudengar desis suaranya, "ssshh..., ssshh..., ooom..., aahh..., ssshh", dan pantatnya diangkat naik turun pelan-pelan. Karena kulihat War sudah sangat terangsang nafsunya, segera saja kuhentikan gerakan tanganku dan kutujukan penisku ke arah bawah bagian vaginanya dan setelah kurasa pas, segera kulepaskan tanganku dan kutekan pelan-pelan penisku k edalam vagina War.<br />
<br />
Kuperhatikan wajah War agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit serta menghentikan gerakan pantatnya serta bersuara pelan tepat di dekat telingaku, "Aduuuhh..., ooomm..., Jangaannn..., sakiiittt..., Asiihh.., takuuut., Oom". Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, segera kuhentikan tusukan penisku dan kuelus-elus dahinya sambil kucium telinganya serta kubisikan, "Tidak..., apa-apa..., sayaang..., Oom..., pelan-pelan saja..., kok", untuk menenangkan ketakutan War. War tidak segera menanggapi kata-kataku dan tetap diam saja dengan tetap masih memelukkan kedua tangannya di punggungku.<br />
<br />
Karena dia diam saja dan memejamkan kedua matanya, segera secara perlahan-lahan, kutusukan kembali penisku ke dalam vaginanya dan terdengar lagi War berkata lirih di dekat telingaku, "Aduuuhh..., sakiiittt..., ooom..., Asihh.., takuuut", padahal kurasakan kalau War mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan-lahan.<br />
<br />
Mendengar kata-katanya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan penisku tapi masih tetap ditempatnya yaitu di lubang vaginanya, dan kembali kuciumi bibir dan wajahnya serta kuelus-elus rambutnya sambil kubisiki, "Takut apa sayang..". War tidak segera menjawab pertanyaanku itu. Sambil menunggu jawabannya, kuteruskan ciumanku di bibirnya dan War mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan lidahku yang kujulurkan ke dalam mulutnya dan kurasakan War mulai memindahkan kedua tangannya dari punggung ke atas pantatku. Aku tetap bersabar menunggu dan tidak terburu-buru untuk menusukkan penisku lagi. Tetap dengan masih menghisap lidahku, kurasakan kedua tangan War sedikit menekan pantatku, entah perintah supaya aku menusukkan penisku ke vaginanya atau hanya perasaanku saja.<br />
<br />
Sementara aku diamkan saja dan dengan masih berciuman, kutunggu reaksi War selanjutnya. Ketika ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat War berusaha mengelak mungkin karena kegelian dan kembali kurasakan kedua tangannya seperti menekan pantatku. Lalu kembali kulumat bibirnya dan perlahan tapi pasti, kembali kutekan penisku ke dalam liang kewanitaannya, tapi War tidak kuberi kesempatan untuk berkata-kata karena mulutnya kusumpal dengan mulutku dan penisku makin kutekankan ke dalam vaginanya serta kulihat mata War menutup rapat-rapat seperti menahan sakit.<br />
<br />
Karena penisku belum juga menembus vaginanya, lalu sedikit kuangkat pantatku dan kembali kutusukkan ke dalam vagina War dan, "Bleeesss", terasa penisku sepertinya sudah menembus vagina War dan, "aahh..., sakiiit..., ooom….", kudengar suara War sambil seperti menahan rasa sakit dan berusaha menarik pantatku. Untuk sementara tidak kugerakkan pantatku dan setelah kulihat War mulai tenang dan kembali mau menciumi wajahku, lalu perlahan-lahan kutekan penisku yang sudah menembus vaginanya supaya masuk lebih dalam lagi<br />
<br />
"aahh..., oom..., pelan..., pelaan..", kudengar War berkata lirih.<br />
"Iyaa..., sayaang..., ooom pelah-pelan", jawabku serta kubelai rambutnya. Setelah kudiamkan sebentar, lalu kugerakkan pantatku naik turun sangat pelan agar War tidak merasa kesakitan, dan ternyata berhasil, wajah War keperhatikan tidak tegang lagi sehingga pergerakan penisku keluar masuk vagina War sedikit kupercepat dan belum berapa lama terdengar suara War, "ooom..., ooom..., aaduuuhh..., ooomm..., aahh", sambil kedua tangannya mencengkeram punggungku dengan kuat dan menciumi keseluruhan wajahku dengan sangat bernafsu dan badannya berkeringat, lalu War berteriak agak keras, "aahh..., ooomm..., aduuuhh..", lalu War terkapar dan terdiam lemas dengan nafas terengah-engah. Rupanya Aku yakin kalau War sudah mencapai orgasmenya padahal nafsuku baru saja akan naik. Karena kulihat War sepertinya sedang kelelahan dengan kedua matanya tertutup rapat, jadi timbul rasa kasihanku, lalu sambil kuseka keringat wajahnya kuciumi pipi dan bibirnya dengan lembut, tapi War tidak bereaksi dan tanpa kuduga di gigitnya bibirku yang sedang menciumnya seraya berkata lirih, "ooom..., nakal..., yaa, War baru sekali ini merasakan hal seperti tadi", sambil mencubit punggungku. Aku tidak menjawab komentarnya tapi yang kuperhatikan adalah nafasnya sudah mulai teratur dan secara perlahan-lahan aku mulai menggerakkan penisku lagi keluar masuk vagina War.<br />
<br />
Kuperhatikan War mulai terangsang lagi, War mulai menghisap bibirku dan mulai mencoba menggerakkan pantatnya pelan-pelan dan gerakannya ini membuat penisku seperti di pelintir keenakan. Gerakan penisku keluar masuk semakin kupercepat dan demikian juga War mulai makin berani mempercepat gerakan putaran pantatnya, sambil sesekali kedua tangannya yang dipelukkan dipinggangku berusaha menekan sepertinya menyuruhku untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya lebih dalam lagi dan kudengar War mulai bersuara lagi..., "aahh..., aahh..., ooohh..., oomm..., aah", dan tidak terasa akupun mulai berkicau, "aacchh..., aahh..., Siiihh..., enaakk..., teruuus..., Siiih". Ketika nafsuku sudah mulai memuncak dan kudengar juga nafas War semakin cepat, dengan perlahan-lahan kupeluk badan War dan segera kubalik badannya sehingga sekarang War sudah berada di atasku dan kupelukkan kedua tanganku di pantatnya, sedangkan wajah War ditempelkan di wajahku. Dengan sedikit makan tenaga, kucoba menggerakkan pantatku naik turun dan setiap kali pantatku naik, kugunakan kedua tanganku menekan pantat War ke bawah dan bisa kurasakan kalau penisku masuk lebih dalam di vagina War, sehingga setiap kali kudengar suaranya sedikit keras, "aahh..., oooh". Dan mungkin karena keenakan, sekarang gerakan War malah lebih berani dengan menggerakkan pantatnya naik turun sehingga kedua tanganku tidak perlu menekannya lagi dan setiap kali pantatnya menekan ke bawah sehingga penisku serasa masuk semuanya di vagina War, kudengar dia bersuara keenakan, "Aahh..., aah disertai nafasnya yang semakin cepat, demikian juga aku sambil berusaha menahan agar maniku tidak segera keluar.<br />
<br />
Gerakan War semakin cepat saja dan kurasakan wajahnya semakin ditekankan ke wajahku sehingga kudengar nafasnya yang sangat cepat itu di dekat telingaku dan, "Aduuuh..., aahh..., aahh..., ooomm.., War..., mauuu.., keluaar..., aah".<br />
"Tungguuu..., Waarrr.., kitaa..., samaa..., samaa., ooom.., Jugaa.., mauuu..., keluarr".<br />
"aahh..., aahh..., ooomm", teriak War sambil mengerakkan pantatnya menggila dan akupun karena sudah tidak tahan menahan maniku dari tadi segera kegerakkan pantatku lebih cepat dan, "Crreeettt..., ccrreeett..., ccccrrreeett..., dan "aahh..., siiihh..., ooom keluaar", sambil kutekan pantat War kuat-kuat.<br />
<br />
Setelah beristirahat sebentar, kuajak War ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan War kembali menjatuhkan badannya di tempat tidur, mungkin masih merasakan kelelahan. Tak terasa jam sudah menunjukkan hampir jam 12 siang dan segera saja kupesan makan siang.<br />
<br />
TAMAT</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-900475446058002859.post-48974193101676848322012-09-11T03:53:00.003-07:002012-09-11T04:55:15.061-07:00ADIKKU<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjY_FoSn9cZwxxJn3pz_a9qgrTNOIa5vlZQAa5CLk0CGml8wYcqdsWR7zZvevJM7vU_rFpCUq8Ly4_oVYBJ9UWGRYj7-YV_nvEX2M0yx9h6Vu-bm-KtXiBJOL96qSXdWI-O7exGX-PTsa0/s1600/images+(4).jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjY_FoSn9cZwxxJn3pz_a9qgrTNOIa5vlZQAa5CLk0CGml8wYcqdsWR7zZvevJM7vU_rFpCUq8Ly4_oVYBJ9UWGRYj7-YV_nvEX2M0yx9h6Vu-bm-KtXiBJOL96qSXdWI-O7exGX-PTsa0/s1600/images+(4).jpg" /></a><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Adikku...!!</span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Aku Linda, mahasiswi hukum Universitas Pajajaran. Semenjak dua tahun yang lalu, saat diterima kuliah di Universitas Pajajaran, aku tinggal di Bandung. Aku berasal dari Sukabumi, ayahku berasal dari Bandung, sedangkan ibuku asli Sukabumi. Mereka tinggal di Sukabumi. Cerita ini menceritakan kisahku yang terjadi saat aku kelas 1 SMA di Sukabumi yang terus berlanjut sampai aku kuliah sekarang.</span><br />
<br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;" />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">Aku anak yang paling tua dari dua bersaudara. Aku mempunyai satu adik lak</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 15.454545021057129px; line-height: 20px;">
i-laki. Umurku berbeda 2 tahun dengan adik. Kami sangat dimanja oleh orang tua kami, sehingga tingkahku yang tomboy dan suka maksa pun tidak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tidak mau disunat walaupun dia sudah kelas 2 SMP.<br />
<br />
Waktu kecil, aku sering mandi bersama bersama adikku, tetapi sejak dia masuk SD, kami tidak pernah mandi bersama lagi. Walaupun begitu, aku masih ingat betapa kecil dan keriputnya penis seorang cowok. Sejak saat itu, aku tidak pernah melihat lagi penis cowok. Sampai suatu ketika, pada hari senin sore, aku sedang asyik telpon dengan teman cewekku. Aku telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku, kadang kami serius bicara tentang sesuatu, sampai akhirnya aku rasakan kandung kemihku penuh sekali. Aku kebelet pipis. Benar-benar kebelet pipis, sudah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan gagang telpon tanpa permisi dulu sama temanku. Aku berlari menuju ke kamar mandi terdekat. Ketika kudorong ternyata sedang dikunci.<br />
<br />
“Hey..! Siapa di dalam..? Buka dong..! Udah nggak tahan..!” aku berteriak sambil menggedor-gedor pintu.<br />
“Akuu..! Tunggu sebentar..!” ternyata adikku yang di dalam. Terdengar suaranya dari dalam.<br />
“Nggak bisa nunggu..! Cepetan..!” kataku memaksa.<br />
Gila, aku benar-benar sudah tidak kuat menahan ingin pipis.<br />
<br />
“Kreekk..!” terbuka sedikit pintu kamar mandi, kepala adikku muncul dari celahnya.<br />
“Ada apa sih..?” katanya.<br />
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung nyerobot ke dalam karena sudah tidak tahan. Langsung aku jongkok, menaikkan rokku dan membuka celana dalamku.<br />
“Serrrr…” keluar air seni dari vaginaku.<br />
Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya masih telanjang bulat.<br />
<br />
“Wooiiyyy..! Sopan dikit napa..?” teriaknya sambil melotot tetap berdiri di depanku.<br />
“Sebentarrr..! Udah nggak kuat nih,” kataku.<br />
Sebenarnya aku tidak mau menurunkan pandangan mataku ke bawah. Tetapi sialnya, turun juga. Kelihatan deh burungnya.<br />
“Hihihihi..! Masih keriput kayak dulu, cuma sekarang agak gede dikitlah…” gumanku dalam hati.<br />
Aku takut tertangkap basah melihat penisnya, cepat-cepat kunaikkan lagi mataku melihat ke matanya. Eh, ternyata dia sudah tidak melihat ke mataku lagi. Sialan..! Dia lihat vaginaku yang lagi mekar sedang pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vaginaku biar cepat selesai pipisnya. Tidak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang masih belum disunat itu. Sekarang penisnya kok pelan-pelan semakin gemuk. Makin naik sedikit demi sedikit, tapi masih kelihatan lemas dengan kulupnya masih menutupi helm penisnya.<br />
<br />
“Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air kencing..!” aku bersungut dalam hati.<br />
“Oooo..! Kayak gitu ya Teh..?” katanya sambil tetap melihat ke vaginaku.<br />
“Eh kurang ajar Lu ya..!” langsung saja aku berdiri mengambil gayung dan kulemparkan ke kepalanya.<br />
“Bletak..!” kepala adikku memang kena pukul, tetapi hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai rok dan celana dalamku.<br />
<br />
“Ya… basah deh rok Teteh…” kataku melihat ke rok dan celana dalamku.<br />
“Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..!” katanya sambil mengambil gayung dari tanganku.<br />
“Mandi lagi ahh..!” lanjutnya sambil menyiduk air dan menyiram badannya.<br />
Terus dia mengambil sabun dan mengusap sabun itu ke badannya.<br />
“Waduh.., sialan nih adik..!” sungutku dalam hati.<br />
Waktu itu aku bingung mau gimana nih. Mau keluar, tapi aku jijik pake rok dan celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka celana dalam dan rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Setelah salin, baru kukembalikan handuknya.<br />
<br />
“Udah.., pake aja handuk Aku..!” kata adikku.<br />
Sepertinya dia mengetahui kebingunganku. Kelihatan penisnya mengkerut lagi.<br />
“Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..!” batinku.<br />
Aku lalu membuka celana dalamku yang warnanya merah muda, lalu rokku. Kelihatan lagi deh vaginaku. Aku takut adikku melihatku dalam keadan seperti itu. Jadi kulihat adikku. Eh sialan, dia memang memperhatikan aku yang tanpa celana.<br />
<br />
“Teh..! Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? Hehehe..!” katanya sambil nyengir.<br />
Sialan, dia menghina vaginaku, “Iya..!” kataku sewot. “Daripada culun kayak punya Kamu..!” kataku sambil memukul bahu adikku.<br />
Eh tiba-tiba dia berkelit, “Eitt..!” katanya.<br />
Karena aku memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya aku terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.<br />
“Iiihhh.., rasanya geli banget..!” cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut, “Huh..! Elo sih..!”<br />
<br />
“Teh.. kata Teteh tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..?” katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.<br />
Kulihat penisnya mulai lagi seperti tadi, pelan-pelan semakin gemuk, makin tegak ke arah depan.<br />
“Ya.. gitu doang..! Masih kayak anak SD ya..?” kataku mengejek dia.<br />
Padahal aku kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu sampai dimana bertambahnya. Iseng aku tanya, “Gedein lagi bisa nggak..?” kataku sambil mencibir.<br />
“Bisa..! Tapi Teteh harus bantu dikit dong..!” katanya lagi.<br />
“Megangin ya..? Wekss.., ya nggak mau lah..!” cibirku.<br />
“Bukan..! Teteh taruh ludah aja di atas tititku..!” jawabnya.<br />
<br />
Karena penasaran ingin melihat penis cowok kalau lagi penuh, kucoba ikuti perkataan dia.<br />
“Gitu doang kan..? Mau Teteh ngeludahin Kamu mah. Dari dulu Teteh pengen ngeludahin Kamu”"Asyiiikkk..!” katanya.<br />
Sialan nih adikku, aku dikerjain. Kudekatkan kepalaku ke arah penisnya, lalu aku mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga aku membuang ludahku, kulihat penisnya sudah bergerak, kelihatan penisnya naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama semakin besar, jadi kelihatan semakin gemuk. Dan panjangnya juga bertambah. Asyiik banget melihatnya. Geli di sekujur tubuh melihat itu semua. Tidak lama kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan senangku waktu itu. Aku benar-benar asyik melihat helm itu perlahan muncul. Seperti penyanyi utama yang baru muncul di atas panggung setelah ditunggu oleh fans-nya.<br />
<br />
Akhirnya bebas juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis adikku sudah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya kini lebih merah. Aku jadi terangsang melihatnya. Kualihkan pandangan ke adikku.<br />
“Hehe…” dia ke arahku. “Masih culun nggak..?” katanya lagi. “Hehe..! Macho kan..!” katanya tetap tersenyum.<br />
Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Walaupun aku terangsang, tentu saja aku tepis tangan itu.<br />
<br />
“Apaan sih Elo..!” kubuang tangannya ke kanan.<br />
“Teh..! Please Tehhh.. Pegang aja Teh… Nggak akan diapa-apain… Aku pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja Teh..” kata adikku, kembali tangannya mendekati selangkanganku.<br />
Waduuhh.. sebenarnya aku mau jaga image, masa mau sih sama adik sendiri, tapi aku juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh cowok di vagina.<br />
“Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..!” akhirnya aku mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.<br />
<br />
Tangan adikku lalu mendekat, bulu kemaluanku sudah tersentuh oleh tangannya. Ihh geli sekali… Aku lihat penisnya sudah keras sekali, kini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. Uuppss… Hangatnya tangan sudah terasa melingkupi vaginaku. Geli sekali rasanya saat bibir vaginaku tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat di syaraf vaginaku. Aku jadi semakin terangsang sehingga tanpa dapat ditahan, vaginaku mengeluarkan cairan.<br />
“Hihihi.. Teteh terangsang ya..?”<br />
“Enak aja… sama Kamu mah mana bisa terangsang..!” jawabku sambil merapatkan selangkanganku agar cairannya tidak semakin keluar.<br />
“Ini basah banget apaan Teh..?”<br />
“Itu sisa air kencing Teteh tahuuu..!” kataku berbohong padanya.<br />
“Teh… memek tu anget, empuk dan basah ya..?”<br />
“Tau ah… Udah belum..?” aku berlagak sepertinya aku menginginkan situasi itu berhenti, padahal sebenarnya aku ingin tangan itu tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir vaginaku.<br />
<br />
“Teh… gesek-gesek dikit ya..?” pintanya.<br />
“Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..!” aku pura-pura tidak mau.<br />
“Dikit aja Teh… Please..!”<br />
“Terserah Kamu aja deh..!” aku mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih…<br />
Tangan adikku lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vaginaku terbawa juga ke dalam.<br />
Ouughh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari bibirku. Rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vaginaku mulai terasa berdenyut. Lalu tangannya ditarik lagi, bibir vaginaku ikut tertarik lagi.<br />
“Ouughh..!” akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat di vaginaku.<br />
Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Karena takut jatuh, aku bertumpu pada bahu adikku.<br />
<br />
“Enak ya Tehh..?”<br />
“Heeh..,” jawabku sambil memejamkan mata.<br />
Tangan adikku lalu mulai maju dan mundur, kadang klitorisku tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat luar biasa, badan ini akan tersentak ke depan.<br />
“Tehh..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!”<br />
“Kamu mau diapain..?” jawabku lalu membuka mata dan melihat ke arahnya.<br />
“Ya pegang-pegangin juga..!” katanya sambil tangan satunya lalu menuntun tanganku ke arah penisnya.<br />
Kupikir egois juga jika aku tidak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tangannya menuntun tanganku. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Karena masih ada sabun di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.<br />
<br />
Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku sampai ke pangkal penisnya. Kami berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan dan tangan satunya memegang bahu.<br />
Tiba-tiba dia berkata, “Teh..! Titit Adek sama memek Teteh digesekin aja yah..!”<br />
“Heeh” aku langsung mengiyakan karena aku sudah tidak tahan menahan rangsangan di dalam tubuh.<br />
Lalu dia melepas tangannya dari vaginaku, memajukan badannya dan memasukkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vaginaku. Lalu dia memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesekkan penisnya dengan vaginaku.<br />
<br />
“Ouughhh..!” aku kini tidak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.<br />
“Dek… masukin aja..! Teteh udah nggak tahan..!” aku benar-benar sudah tidak tahan, setelah sekian lama menerima rangsangan. Aku akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam vaginaku.<br />
“Iya Teh..!”<br />
Lalu dia menaikkan satu pahaku, dilingkarkan ke pinggangnya, dan tangan satunya mengarahkan penisnya agar tepat masuk ke vaginaku.<br />
<br />
Aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa nikmat itu. Karena sudah dari tadi dirangsang, tidak lama kemudian aku mengalami orgasme. Vaginaku rasanya seperti tersedot-sedot dan seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.<br />
“Ouuggggkkk..!” aku tidak kuat untuk tidak berteriak.<br />
Kulihat adikku masih terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dia mendorong sekuat tenaga hingga badanku terdorong sampai ke tembok.<br />
“Ouughhh..!” katanya.<br />
Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginaku.<br />
<br />
Lama kami terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya masih penuh mengisi vaginaku. Lalu dia mencium bibirku dan melumatnya. Kami berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kami saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku dan memilin putingnya.<br />
“Teh..! Teteh nungging, terus pegang bibir bathtub itu..!” tiba-tiba dia berkata.<br />
“Wahh..! Gila Lu ya..!”<br />
“Udah.., ikutin aja..!” katanya lagi.<br />
Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada bathtub dan menurunkan tubuh bagian atasku, sehingga batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Aku tahu adikku bisa melihat dengan jelas vaginaku dari belakang. Lalu dia mendekatiku dan memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang.<br />
<br />
“Akkkhh..! Gila..!” aku menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga vaginaku.<br />
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan karena tangan adikku yang bebas kini meremas-remas payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya sampai sekitar 10 menit ketika kami hampir bersamaan mencapai orgasme. Aku rasakan lagi tembakan sperma hangat membasahi rongga vaginaku. Kami lalu berciuman lagi untuk waktu yang cukup lama.<br />
<br />
Setelah kejadian itu, kami jadi sering melakukannya, terutama di kamarku ketika malam hari saat orang tua sudah pergi tidur. Minggu-minggu awal, kami melakukannya bagaikan pengantin baru, hampir tiap malam kami bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kami bisa melakukan sampai 4 kali. Biasanya aku membiarkan pintu kamarku tidak terkunci, lalu sekitar jam 2 malam, adikku akan datang dan menguncinya. Lalu kami bersetubuh sampai kelelahan.<br />
<br />
Kini setelah aku di Bandung, kami masih selalu melakukannya jika ada kesempatan. Kalau bukan aku yang ke Sukabumi, maka dia yang akan datang ke Bandung untuk menyetor spermanya ke vaginaku. Saat ini aku mulai berani menghisap sperma yang dikeluarkan oleh adikku.<br />
<br />
TAMAT</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/14519232113631570255noreply@blogger.com1